Pages

Saturday 12 January 2013

BUDIDAYA ANGGUR

BUDIDAYA ANGGUR

A N G G U R
( Vitis )

1. SEJARAH SINGKAT
Anggur merupakan tanaman buah berupa perrdu yang merambat. Anggur berasal dari Armenia, tetapi budidaya anggur sudah dikembangkan di Timur Tengah sejak 4000 SM. Sedangkan teknologi pengolahan anggur menjadi wine pertama kali dikembangkan orang Mesir pada 2500 SM. Dari Mesir budidaya dan teknologi pengolahan anggur masuk ke Yunani dan menyebar ke daerah Laut Hitam sampai Spanyol, Jerman, Prancis dan Austria. Sejalan dengan perjalanan Columbus anggur dari asalnya ini mulai menyebar ke Mexico, Amerika Selatan, Afrika selatan, Asia termasuk Indonesia dan Australia. Penyebaran ini juga menjadikan Anggur punya beberapa sebutan seperti Grape di Eropa dan Amerika, orang China menyebut Putao dan di Indonesia disebut anggur.
2. JENIS TANAMAN
Anggur termasuk tanaman marga Vitis. Tidak semua jenis dari marga ini dapat dimakan, yang bisa dimakan hanya dua jenis yaitu Vitis vinifera dan Vitis labrusca.
Tanaman anggur jenis Vitis vinifera mempunyai ciri:
 
  1. Kulit tipis, rasa manis dan segar.
  2. Kemampuan tumbuh dari dataran rendah hingga 300 m dari permukaan laut beriklim kering.
  3. Termasuk jenis ini adalah Gros Colman, Probolinggo Biru dan Putih, Situbondo Kuning, Alphonso Lavalle dan Golden Champion.
Tanaman anggur jenis Vitis labrusca mempunya ciri:
  1. Kulit tebal, rasa masam dan kurang segar.
  2. Kemampuan tumbuh dari dataran rendah hingga 900 m dpl.
  3. Termasuk jenis ini adalah Brilliant, Delaware, Carman, Beacon dan Isabella.
Dari kedua jenis ini yang banyak dikembangkan di Indonesia dan direkomendasi oleh Departemen Pertanian sebagai jenis unggul adalah jenis Vitis vinifera dari varietas Anggur Probolinggo Biru dan Alphonso Lavalle. Namun ada juga yang dianjurkan ditanam antara lain Gross Collman, Probolinggo Putih, Isabella, Delaware, Chifung dan Australia.
3. MANFAAT TANAMAN
Anggur dimanfaatkan sebagai buah segar maupun untuk diolah sebagai jadi produk lain seperti minuman fermentasi hasil perasan anggur yang mengandung alkohol biasa disebut Wine, dikeringkan menjadi kismis dan untuk keperluan industri selai dan jeli.
4. SENTRA PENANAMAN
Di Indonesia sentra anggur terdapat di Jawa Timur (Probolinggo, Pasuruan, Situbondo), Bali dan Kupang (NTT).
5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim
  1. Tanaman anggur dapat tumbuh baik di daerah dataran rendah, terutama di tepi-tepi pantai, dengan musim kemarau panjang berkisar 4-7 bulan.
  2. Angin yang terlalu kencang kurang baik bagi anggur.
  3. Curah hujan rata-rata 800 mm per tahun. Dan keadaan hujan yang terus menerus dapat merusak premordia/ bakal perbungaan yaitu tengah berlangsung serta dapat menimbulkan serangan hama dan penyakit.
  4. Sebaiknya sinar matahari yang banyak/udara kering sangat baik bagi pertumbuhan vegetatif dan pembuahannya.
  5. Suhu rata-rata maksimal siang hari 31 derajat C dan suhu rata-rata minimal malam hari 23 derajat C dengan kelembaban udara 75-80 %.
5.2. Media Tanam
  1. Tanah yang baik untuk tanaman anggur adalah mengandung pasir, lempung berpasir, subur dan gembur, banyak mengandung humus dan hara yang dibutuhkan.
  2. Derajat keasaman tanah yang cocok untuk budidaya anggur adalah 7 (netral).
5.3. Ketinggian Tempat
Anggur akan tumbuh baik bila ditanam antara 5-1000 m dpl atau di daerah dataran rendah. Perbedaan ketinggian akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangannya. Jenis Vitis vinifera menghendaki ketinggian 1-300 m dpl. Jenis Vitis labrusca menghendaki ketinggian 1-800 m dpl.
6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
1) Pengadaan Benih
Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara generatif (biji) dan vegetatif (cangkok, stek cabang, stek mata, penyambungan). Perbanyakan tanaman yang paling efektif anggur adalah dengan menggunakan stek. Bibit stek yang baik adalah :
  • a) Panjang stek sekitar 25 cm terdiri atas 2-3 ruas dan diambil dari pohon induk yang sudah berumur di atas satu tahun.
  • b) Bentuknya bulat berukuran sekitar 1 cm.
  • c) Kulitnya berwarna coklat muda dan cerah dengan bagian bawah kulit telah hijau, berair dan bebas dari noda-noda hitam.
  • d) Mata tunas sehat berukuran besar dan tampak padat. Mata tunas yang tidak sehat ukurannya kecil dan ujungnya tampak memutih seperti kapuk.
2) Teknik Penyemaian Benih
Cara generatif bibit disemai di tempat yang telah disediakan. Cara vegetatif (stek) yaitu :
  • a) Pembibitan dikerjakan dengan menyemaikan lebih dulu dalam pot /keranjang sempai kira-kira selama 5 hari
  • b) Setelah itu dipindah ke media semai berupa campuran tanah, pupuk kandang dan pasir dengan perbandingan 1:1:1. Media semai ini berupa
    polybag/keranjang yang lebih besar dari tempat awal.
3) Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian
  • a) Selama di persemaian selalu disiram dan jangan sampai tergenang.
  • b) Penyemaian bibit di tempat teduh dan lembab selama sekitar 2 bulan.
4) Pemindahan Bibit
  • a) Sekitar 2 bulan tersebut bibit sudah tumbuh dan berakar banyak siap untuk dipindah ke lapangan dengan memilih yang segar dan sehat kondisinya.
  • b) Penanaman dilakukan di awal musim kemarau/saat panas tertinggi.
6.2. Pengolahan Media Tanam
1) Persiapan
Persiapan yang perlu dilakukan adalah:
  • a) Menentukan lokasi penanaman.
  • b) Menentukan luas areal tanam.
  • c) Mengatur jarak tanam.
  • d) Membuat lubang tanam.
  • e) Menentukan dosis pupuk kandang yang diperlukan.
2) Pembukaan Lahan
Lahan yang digunakan dibersihkan dan tidak terlindung dari sinar matahari. Pencangkulan untuk pembuatan lubang tanam dilakukan setelah ada pengaturan jarak tanam yang sesuai dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm. Lubang dibiarkan terkena sinar matahari selama 2-4 minggu.
3) Pengapuran
Pengapuran hanya dilakukan bila pH tanah rendah/terlalu asam.
4) Pemupukan
Setelah 2-4 minggu lubang tanam diisi pupuk kandang, pasir dan tanah dengan perbandingan 2:1:1.
6.3. Teknik Penanaman
1) Penentuan Pola Tanam
Tanaman anggur merupakan tanaman monokultur. Pengaturan jarak tanam penting diperhatikan dan juga sesuai dengan larikan karena arah datangnya angin
sangat besar pengaruhnya. Jarak tanam bisa diatur dengan pola: 3 x 3 m, 4 x 4 m, 3 x 5 m, 3 x 4 m, 4 x 5 m, 4 x 5 m, 3 x 5 m dan 4 x 6 m
Jarak tanam mempengaruhi jumlah tanaman persatuan luas :
  • a) 3 x 3 m untuk 1 Ha = 1.111 pohon
  • b) 3 x 4 m untuk 1 Ha = 833 pohon
  • c) 3 x 5 m untuk 1 Ha = 666 pohon
  • d) 4 x 4 m untuk 1 Ha = 625 pohon
  • e) 4 x 5 m untuk 1 Ha = 500 pohon
  • f) 4 x 6 m untuk 1 Ha = 416 pohon
2) Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam yang diperlukan berukuran 60 x 60 x 60 cm yang disesuaikan dengan jarak tanam, isi lubang berupa campuran tanah, pasir dan pupuk kandang
dengan perbandingan 1:1:1 atau 1:1:2.
3) Cara Penanaman
Penanaman bibit anggur terbaik pada saat musim kemarau, sekitar Juni dan Juli. Setiap tanaman perlu lahan 20 m² termasuk para-paranya yang harus dipersiapkan sebelum tanamannya tumbuh. Para-para ini berguna untuk merayapkan batang dan cabangnya secara mendatar pada ketinggian 2 m. Setiap tanaman juga diberi ajir bambu untuk titian setelah bibit ditanam, agar pertumbuhannya dapat menjalar ke atas menuju para-para.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penyulaman dan Penjarangan
Penyulaman hanya dilakukan bila terdapat tanaman yang tidak sehat/mati. Pengontrolan dilakukan rutin bersamaan saat penyiraman karena anggur perlu perhatian kontinyu. Penjarangan buah sangat penting karena buah yang terlalu rapat justru merusak perkembangan buah dan menurunkan kualitas buah. Dalam penjarangan buah-buah yang perlu dibuang adalah:
  1. yang bertangkai panjang;
  2. tidak sempurna bentuknya;
  3. buah yang ada di sebelah dalam;
  4. buah yang terbentuk tanpa adanya persarian.
Penjarangan dilakukan dalam dua tahap, tahap satu saat umur satu bulan setelah pembungaan dan buah masih pentil, tahap dua dilakukan dua minggu setelah tahap satu dan buah sebesar biji jagung. Untuk menjaga kualitas buah, juga perlu dilakukan pembrongsongan (pembungkusan) buah. Pembungkusan dilakukan bila dalam satu dompol buah sudah ada dua atau tiga buah yang masak. Bahan yang umum dipakai bungkus adal kertas semen dan kertas koran.
2) Penyiangan
Penyiangan dilakukan bila terdapat tanaman pengganggu sekitar tanaman anggur.
3) Perempalan
a) Perempalan bentuk pada anggur dilakukan mulai tanam sampai umur 1 tahun, bertujuan untuk mendapat pertumbuhan yang baik, dengan cara membuang
tunas yang tidak perlu dan membiarkan satu tunas yang baik sebagai batang pokok.
b) Perempalan untuk pembuahan dilakukan setelah anggur berumur 1 tahun. Sebelum perempalan diperiksa dahulu dengan memotong ujung salah satu cabang, bila meneteskan air perempalan dilaksanakan, tetapi bila tidak harus ditunda. Perempalan dilakukan dengan memotong ranting-ranting, dengan meninggalkan 2-4 mata tunas dan semua daun dibuang sehingga tanaman jadi gundul. Dalam 1 tahun dilakukan 3 kali perempalan:
  1. Tahap I : Maret-April, 90-110 hari
  2. Tahap II : Juli-Agustus, 90-110 hari
  3. Tahap III : Nov-Des, tahap ini sering gagal
Perempalan antara bulan November-Desember, tidak memperoleh hasil. Tujuannya hanya untuk memelihara tingkat kesuburan tanaman sampai musim hujan berakhir dan tanaman tidak rusak.
4) Pemupukan
Ada dua masa pemupukan:
a) Pemupukan tanaman muda (0-1 tahun)
  1. Umur 0-3 bulan, 10 gram urea, interval 10 hari
  2. Umur 3-6 bulan, 15 gram urea, interval 15 hari
  3. Umur 6-12 bulan, 50 gram urea
Cara pemberian dengan membuat larikan melingkar sekeliling tanaman diameter 10-20 cm sedalam 5 cm.
b) Pemupukan tanaman dewasa (1-seterusnya)
  1. Umur 21 hari sebelum perempalan, 5 kaleng pupuk kandang
  2. Umur 11 hari sebelum perempalan, 80 gram TSP/100 gram ZK
  3. Umur 7 hari sebelum perempalan, 100 gram urea
Pupuk kandang diberikan sekali setahun, tahun kedua dosis dinaikkan jadi 10 kaleng. Pupuk buatan dinaikkan dosisnya urea 600 gram, TSP 300 gram, ZK 450 gram. Cara pemberian dengan pembuatan larikan sekitar tanaman dengan diameter 1,5 m.
5) Pengairan dan Penyiraman
Yang perlu diperhatikan adalah:
  • a) Anggur tidak tahan pada air yang tergenang.
  • b) Anggur butuh pengairan yang harus dilakukan mulai tanam sampai pemangkasan.
  • c) Menjelang pemangkasan, 3-4 minggu sebelumnya pemberian air harus dihentikan.
  • d) Setelah masa pemangkasan, 2-3 hari sebelumnya diberi air kembali sampai ujung ranting mengeluarkan air.
  • e) Pemberian dilakukan sampai buahnya hampir masak, setelah mulai tua pemberian air dihentikan supaya buah tidak pecah dan busuk.
6) Waktu Penyemprotan Pestisida
Penyemprotan insektisida dilakukan sebagai pencegahan terhadap hama yang mengganggu pada anggur. Penyemprotan harus dihentikan 15 hari sebelum panen. Khusus untuk hama Phyiloxera Vitifolia digunakan insektisida Furadan 3G/Temik 1 OG.
7) Pengaturan Bunga
Setelah dua minggu pemangkasan pembuahan, cabang tersier yang baru tumbuh mengeluarkan sulur-sulur pembentukan bunga yang keluar dari mata ke 3, 4 dan 5. Bila ada cabang tersier yang tidak mengeluarkan sulur dapat diadakan pemotongan dengan meninggalkan 3 mata bertujuan untuk merangsang pertumbuhan sulur. Cabang tersier yang baru muncul disisakan satu sulur saja, agar menghasilkan dompol bunga yang besar dan buahnya bisa bermutu tinggi.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
1) Phylloxera Vitifolia
Menyerang tanaman anggur baik muda maupun tua berakibat anggur jadi kering dan mati. Yang diserang adalah daun dan akar tanaman secara langsung. Gejala umum pada daun terbentuk bisul-bisul kecil dan akar membengkak seperti kutil. Hama ini menetap di bawah kulit batang yang terkelupas dan dalam jaringan akar.
2) Kumbang Apogonia destructor
Bentuk kumbang kecil dan warna hitam mengkilat. Menyerang daun anggur pada malam hari dan kumbang ini mudah tertarik oleh sinar lampu.
3) Wereng daun
Serangan wereng ini menyebabkan daun anggur berbintik putih, kemudian menjadi kuning coklat dan gugur.
4) Kutu putih
Dapat menyebabkan pucuk/tunas menjadi kerdil.
5) Ulat daun
Menyerang daun untuk dijadikan makanannya.
6) Rayap
Serangan yang paling parah bila menggerogoti akar tanaman yang masih muda sehingga membuat jadi layu dan akhirnya mati.
7) Burung, kalong, bajing dan musang
Menyerang buah yang mulai masak untuk dijadikan makanannya.
Cara untuk memberantas hama anggur dilakukan dengan menyemprotkan insektisida pada bagian yang terkena serangan. Penyemprotan dilakukan secara rutin dan dihentikan menjelang masa petik. Khusus hama Phyloxera vitifolia dilakukan dengan menyiramkan insektisida di sekeliling tanaman. Penyiraman bisa dilakukan sebelum tanam, setelah tanam/setelah panen. Sedangkan untuk menanggulangi hama dari hewan besar dapat memakai jebakan.
7.2. Penyakit
1) Downy Mildew (jamur)
Gejalanya daun nampak kuning bagian bawah terlihat ada tepung warna putih-kuning. Daun, bunga maupun tandan muda bisa mati bila terkena penyakit ini terutama saat musim penghujan atau kelembaban yang tinggi.
2) Powdery Mildew
Pada permukaan daun terdapat bedak tipis putih kelabu. Menyerang pucuk, bunga dan buah muda bahkan dapat merusak ranting sehingga jadi kerdil dan rusak.
3) Penyakit busuk hitam
Menyebabkan buah jadi keriput, busuk dan gugur.
4) Phakospora Vitis
Daun sebelah bawah tertutup tepung berwarna orange (massa sporanya).
5) Peronospora
Bila udara terlalu lembab jamur ini menyerang daun anggur dan dapat dikenali karena spora berwarna kuning di bawah daun. Untuk memberantas penyakit anggur dilakukan dengan menyemprotkan fungisida dengan waktu a sebelum masa berbunga, setelah berbunga dan 8-12 hari sesudah penyemprotan kedua setelah berbunga. Sedang untuk penyakit busuk hitam penyemprotan dilakukan sebelum masa berbunga, saat berbunga dan 2 minggu sebelum masa petik.
8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Umur panen anggur tergantung jenis yang ditanam, iklim dan tinggi tempat. Untuk daerah rendah umur buah 90-100 hari setelah pangkas, daerah dataran tinggi umur buah antara 105–110 hari. Tingkat kemasakan buah yang baik untuk dipanen adalah warna dalam satu tandan telah rata, butir buah mudah lepas dari tandan dan keadaan buah kenyal serta lunak.
8.2. Cara Panen
Cara panen dilakukan dalam cuaca yang cerah dan di pagi hari dengan pemetikan yang hati-hati (jangan sampai bedak hilang). Hasil pemetikan dimasukkan keranjang/dos karton diusahakan penempatannya tidak menumpuk, agar buah yang terletak di bawah tidak rusak dan pecah.
8.3. Periode Panen
Tanaman anggur dalam satu tahun mengalami dua kali panen.
8.4. Prakiraan Produksi
Dari areal tanaman anggur 1 ha dengan rasio jarak tanam 4 x 5, jumlah tanaman 500 batang dengan hasil panen per tahun rata-rata 7.500 kg anggur.
9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan
Pengumpulan anggur tidak boleh ditumpuk karena dapat merusak buah di bawahnya. Hal yang penting bedak yang terdapat pada anggur dijaga agar tidak hilang.
9.2. Penyortiran dan Penggolongan
Penyortiran dilakukan dengan menyingkirkan buah yang rusak dan buah yang masih terlalu muda dalam satu dompolan. Kemudian anggur digolongkan menurut ukuran dompolan dan keseragaman besar buah.
9.3. Penyimpanan
Cara terbaik dalam penyimpanan adalah dengan memasukkan dalam ruang pendingin untuk mengurangi penguapan, tetapi cara yang mudah, ringkas dan kapasitas penyimpanan besar adalah dengan menggantung anggur untuk diangin-anginkan dalam ruang yang sejuk.
9.4. Pengemasan dan Pengangkutan
Cara menggunakan keranjang bambu dilapisi kertas koran. cara ini kurang baik karena banyak buah yang rusak. Cara terbaik dengan menggunakan kotak kayu yang diisi dengan serbuk gergaji sehingga kerusakan buah dapat ditekan saat pengangkutan.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1. Analisis Usaha Budidaya
Analisis biaya budidaya anggur dengan rasio jarak tanam 4 x 5 luas (500 pohon) dan luas lahan 1 ha di daerah Malang tahun 1999.
1) Biaya produksi tahun pertama
  1. Lahan
    • Sewa tanah 5 tahun @ Rp.2.000.000,- Rp. 10.000.000,-
    • Pembuatan Para-para dan pagar keliling :
      • Pembelian ajir dan upah Rp. 60.000,-
      • Bambu tunggakan 1558 batang @ Rp. 5.000,- Rp. 7.790.000,-
      • Tutu kayu jaran 412 batang @ Rp. 3.500,- Rp. 1.442.000,-
      • Bambu duri/atap para-para 1396 batang @ Rp. 9.000,- Rp. 12.564.000,-
      • Upah menanam kayu jaran 412 batang @ Rp. 500,- Rp. 206.000,-
      • Menanam bambu tunggakan 1558 batang @ Rp. 500,- Rp. 779.000,-
      • Tali ijuk 200bendel @ Rp. 4.500,- Rp. 900.000,-
      • Kawat tali para-para 2 ton @ Rp. 3.500.000,- Rp. 7.000.000,-
      • Ongkos pasang para-para Rp. 1.470.000,-
      • Pembuatan pagar keliling Rp. 2.000.000,-
    • Pengolahan tanah/penanaman
      • Buat lubang tanam 500 pohon @ Rp. 2.000,- Rp. 1.000.000,-
      • Pupuk Kandang untuk 500 pohon@ Rp. 2.000,- Rp. 1.000.000,-
      • Mencampur pupuk untuk lubang tanam @Rp. 1000,- Rp. 500.000,-
      • Upah menanam pohon @ Rp. 500,- Rp. 250.000,-
  2. Bibit 500 pohon @ Rp 5000,- Rp. 2.500.000,-
  3. Pupuk
    • Urea tiap pohon 1kg @ Rp. 1.500,- Rp. 750.000,-
    • TSP tiap pohon 0,5 kg @ Rp. 1.700,- Rp. 425.000,-
    • Pupuk kandang @ Rp. 3.000,- Rp. 1.500.000,-
  4. Obat dan pestisida
    • Insektisida 5 liter Rp. 280.000,-
    • Fungisida Profit 8 kg @ Rp. 250.000,- Rp. 2.000.000,-
    • Fungisida Antracol 16 kg @ Rp. 65.000,- Rp. 1.040.000,-
    • Fungisida Cobox 16 kg @ Rp. 35.000,- Rp. 560.000,-
  5. Penyiraman
    • BBM untuk pompa air 972 l @ Rp. 1000,- Rp. 972.000,-
    • Oli pompa air 24 l @ Rp. 8.000,- Rp. 192.000,-
  6. Peralatan
    • Pipa air 2 batang @ Rp. 50.500,- Rp. 101.000,-
    • Pasang Pipa air @ Rp. 70.000,- Rp. 140.000,-
    • Pompa air 3,5 Pk Merk Honda Rp. 2.000.000,-
    • Paralon 20 buah @ Rp. 35.000,- Rp. 700.000,-
  7. Tenaga kerja
    • Upah tenaga kerja 3 orang @ Rp. 250.000,-/bulan Rp. 9.000.000,-
    • Pengawas 1 orang @ Rp. 240.000,-/bulan Rp. 2.880.000,-
  8. Lain-lain/Ipeda Rp. 400.000,-
Jumlah biaya produksi tahun ke-1 Rp. 72.401.000,-
2) Biaya produksi tahun kedua, ketiga, keempat dan kelima
  1. Pupuk
    • Urea tiap pohon 1kg @ Rp. 1.500,- Rp. 750.000,-
    • TSP tiap pohon 0,5 kg @ Rp. 1.700,- Rp. 425.000,-
    • Pupuk kandang @ Rp. 3.000,- Rp. 1.500.000,-
  2. Obat dan Pestisida :
    • Insektisida 5 liter Rp. 280.000,-
    • Fungisida Profit 8 kg @ Rp. 250.000,- Rp. 2.000.000,-
    • Fungisida Antracol 16 kg @ Rp. 65.000,- Rp. 1.040.000,-
    • Fungisida Cobox 16 kg @ Rp. 35.000,- Rp. 560.000,-
  3. Penyiraman
    • BBM untuk pompa air 972 l @ Rp. 1000,- Rp. 972.000,-
    • Oli pompa air 24 l @ Rp. 8.000,- Rp. 192.000,-
  4. Tenaga kerja
    • Upah tenaga kerja 3 orang @ Rp. 250.000,-/bulan Rp. 9.000.000,-
    • Pengawas 1 orang @ Rp. 240.000,-/bulan Rp. 2.880.000,-
  5. Lain-lain /Ipeda Rp. 400.000,-
Jumlah biaya produksi/tahun untuk tahun ke-2 - 5 Rp. 19.999.000,-
Jumlah biaya produksi Rp. 152.397.000,-
3) Pendapatan ( hasil panen 1 tahun 2 kali )
  1. Tahun ke-1: 500 pohon x 2 x 4 kg x Rp. 7.000,- Rp. 28.000.000,-
  2. Tahun ke-2: 500 pohon x 2 x 6 kg x Rp. 7.000,- Rp. 42.000.000,-
  3. Tahun ke-3: 500 pohon x 2 x 7,5 kg x Rp. 7.000,- Rp. 52.500.000,-
  4. Tahun ke-4: 500 pohon x 2 x 8 kg x Rp. 7.000,- Rp. 56.000.000,-
  5. Tahun ke-5: 500 pohon x 2 x 9 kg x Rp. 7.000,- Rp. 63.500.000,-
Jumlah pendapatan Rp. 241.500.000,-
4) Keuntungan
  1. Keuntungan dalam 5 tahun Rp. 89.103.000,-
  2. Keuntungan/tahun Rp. 17.820.600,-
5) Parameter kelayakan usaha
  1. B/C rasio = 1,58
Catatan :
  • Dalam kenyataan produksi 1 pohon dapat mencapai 20–30 kg dan dalam 1 tahun bisa 3 kali panen.
  • Umur tanaman anggur semakin lama semakin produktif dan dapat mencapai 25– 30 tahun.
10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Indonesia telah mengeksport buah-buahan, namun untuk beberapa jenis tertentu masih mengimpor. Dalam tahun 1991-1995, Indonesia mengimport lima jenis buah-buahan, meliputi apel, jeruk, pir, kurma dan anggur. Import buah tersebut sebesar 17.418.325 kg senilai US $ 13.973.604 (1991), 40.746.029 kg senilai US $ 33.032.612 (1992), 68.525.578 kg senilai US $ 50.846.270. (1993), 77.797.878 kg senilai US $ 60.374.141 (1994), dan 116.557.231 kg senilai US $ 81.937.365 (1995).
Jenis buah import yang telah lama dikenal dan dibudidayakan di Indonesia antara lain anggur. Produk anggur dalam negeri belum mengimbangi permintaan pasar (konsumen) domestik, sehingga tiap tahun masih mengimpor. Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik) Impor anggur Indonesia tahun 1991-1995 mencapai 26.501.977 kg senilai US $ 36.527.300 atau rata-rata pertahun sebesar 5.300.395,4 kg senilai US $ 7.305.406.
Dengan kondisi tersebut maka pada masa kini dan yang akan datang budidaya anggur sangat menjanjikan bagi para produsen. Sehingga saat ini telah mulai dikembangkan budidaya anggur dengan skala besar dan pengolahan yang intensif.
11. STANDAR PRODUKSI
11.1. Ruang Lingkup
Standar mutu anggur di Indonesia masih belum, namun ditingkat petani sudah ada standar mutu berdasar dompolan, ukuran buah dan rasa.
11.2. Diskripsi
Banyaknya buah dalam dompolan menjadi ukuran mutu yang menunjukkan tingginya produksi. Sedang ukuran buah yang seragam dan rasa akan menaikkan nilai jual dalam pemasaran.
11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu
Standar mutu yang berlaku di petani:
  1. Mutu A: dompolan rapat, buah besar dan seragam, rasa manis.
  2. Mutu B: dompolan renggang, buah kecil, rasa manis.
  3. Mutu C: di luar ketentuan mutu A dan B.
11.4. Pengambilan Contoh
Pengambilan contoh yang berfungsi untuk penanganan berikutnya diambil saat dilakukan pemanenan. Anggur yang diambil sebelum umur panen mempunyai mutu rendah.
11.5. Pengemasan
Standar pengemasan anggur adalah buah dalam baik saat pengangkutan sampai ke tempat tujuan. Pengemasan terbaik dengan menggunakan kotak kayu yang diisi serbuk gergaji sehingga anggur tetap terjaga keutuhannya.
12. DAFTAR PUSTAKA
  1. Sauri H dan Martulis, 1991, Budidaya Anggur, Usaha Nasional, Surabaya.
  2. Trubus 33, 1990, Perjalanan Anggur Bali, Penebar Swadaya, Jakarta.
  3. Trubus 272, 1992, Anggur impor Menyerbu Indonesia, penebar Swadaya, Jakarta.
  4. _______________, Vitis vinifera Terbaik Untuk Wine, Penebar Swadaya, Jakarta.
  5. _______________, Mengunjungi Sentra Anggur Di RRC, Penebar Swadaya, Jakarta.
  6. _______________, Membuat Anggur Berbiji Menjadi Tak Berbiji, Penebar Swadaya, Jakarta.
  7. Trubus 274, 1992, Perbanyakan Anggur dengan Stek Satu Mata, Penebar Swadaya, Jakarta.
  8. Trubus 275,1992, Cara Mengepak Anggur yang Benar, Penebar Swadaya, Jakarta.
  9. ______________, Chip Budding Untuk Membibitkan Anggur, Penebar Swadaya, Jakarta.
  10. Widyastuti YE dan Paimin FB, 1993, Mengenal Buah Unggul Indonesia, Penebar Swadaya, Jakarta.

BUDIDAYA ALPUKAT

BUDIDAYA ALPUKAT

ALPUKAT / AVOKAD
( Persea americana Mill / Persea gratissima Gaerth )


1. SEJARAH SINGKAT
Tanaman alpukat merupakan tanaman buah berupa pohon dengan nama alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah), boah pokat, jamboo pokat (Batak), advokat, jamboo mentega, jamboo pooan, pookat (Lampung) dan lain-lain. Tanaman alpukat berasal dari dataran rendah/tinggi Amerika Tengah dan
diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Secara resmi antara tahun 1920-1930 Indonesia telah mengintroduksi 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah dan Amerika Serikat untuk memperoleh varietas-varietas unggul guna meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat, khususnya di daerah dataran tinggi.
2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi lengkap tanaman alpukat adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranales
Keluarga : Lauraceae
Marga : Persea
Varietas : Persea americana Mill
Berdasarkan sifat ekologis, tanaman alpukat terdiri dari 3 tipe keturunan/ras, yaitu:.
1) Ras Meksiko
Berasal dari dataran tinggi Meksiko dan Equador beriklim semi tropis dengan ketinggian antara 2.400-2.800 m dpl. Ras ini mempunyai daun dan buahnya yang
berbau adas. Masa berbunga sampai buah bisa dipanen lebih kurang 6 bulan. Buah kecil dengan berat 100-225 gram, bentuk jorong (oval), bertangkai pendek,
kulitnya tipis dan licin. Biji besar memenuhi rongga buah. Daging buah mempunyai kandungan minyak/lemak yang paling tinggi. Ras ini tahan terhadap suhu dingin.
2) Ras Guatemala
Berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah beriklim sub tropis dengan ketinggian sekitar 800-2.400 m dpl. Ras ini kurang tahan terhadap suhu dingin (toleransi
sampai -4,5 derajat C). Daunnya tidak berbau adas. Buah mempunyai ukuran yang cukup besar, berat berkisar antara 200-2.300 gram, kulit buah tebal, keras,
mudah rusak dan kasar (berbintil-bintil). Masak buah antara 9-12 bulan sesudah berbunga. Bijinya relatif berukuran kecil dan menempel erat dalam rongga, dengan kulit biji yang melekat. Daging buah mempunyai kandungan minyak yang sedang.
3) Ras Hindia Barat
Berasal dari dataran rendah Amerika Tengah dan Amerika Selatan yang beriklim tropis, dengan ketinggian di bawah 800 m dpl. Varietas ini sangat peka terhadap suhu rendah, dengan toleransi sampai minus 2 derajat C. Daunnya tidak berbau adas, warna daunnya lebih terang dibandingkan dengan kedua ras yang lain. Buahnya berukuran besar dengan berat antara 400-2.300 gram, tangkai pendek, kulit buah licin agak liat dan tebal. Buah masak 6-9 bulan sesudah berbunga. Biji besar dan sering lepas di dalam rongga, keping biji kasar. Kandungan minyak dan daging buahnya paling rendah.
Varietas-varietas alpukat di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1) Varietas unggul
Sifat-sifat unggul tersebut antara lain produksinya tinggi, toleran terhadap hama dan penyakit, buah seragam berbentuk oval dan berukuran sedang, daging buah
berkualitas baik dan tidak berserat, berbiji kecil melekat pada rongga biji, serta kulit buahnya licin. Sampai dengan tanggal 14 Januari 1987, Menteri Pertanian
telah menetapkan 2 varietas alpukat unggul, yaitu alpukat ijo panjang dan ijo bundar. Sifat-sifat kedua varietas tersebut antara lain:
  • a. Tinggi pohon: alpukat ijo panjang 5-8 m, alpukat ijo bundar 6-8 m.
  • b. Bentuk daun: alpukat ijo panjang bulat panjang dengan tepi rata, alpukat ijo bundar bulat panjang dengan tepi berombak.
  • c. Berbuah: alpukat ijo panjang terus-menerus, tergantung pada lokasi dan kesuburan lahan, alpukat ijo bundar terus-menerus, tergantung pada lokasi dan kesuburan lahan.
  • d. Berat buah: alpukat ijo panjang 0,3-0,5 kg, alpukat ijo bundar 0,3-0,4 kg.
  • e. Bentuk buah: alpukat ijo panjang bentuk pear (pyriform), alpukat ijo bundar lonjong (oblong).
  • f. Rasa buah: alpukat ijo panjang enak, gurih, agak lunak, alpukat ijo bundar enak, gurih, agak kering.
  • g. Diameter buah: alpukat ijo panjang 6,5-10 cm (rata-rata 8 cm), alpukat ijo bundar 7,5 cm.
  • h. Panjang buah: alpukat ijo panjang 11,5-18 cm (rata-rata 14 cm), alpukat ijo bundar 9 cm.
  • i. Hasil: alpukat ijo panjang 40-80 kg /pohon/tahun (rata-rata 50 kg), alpukat ijo bundar 20-60 kg/pohon/tahun (rata-rata 30 kg).
2) Varietas lain
Varietas alpukat kelompok ini merupakan plasma nutfah Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi, Tlekung, Malang. Beberapa varietas alpukat yang terdapat di kebun percobaan Tlekung, Malang adalah alpukat merah panjang, merah bundar, dickson, butler, winslowson, benik, puebla, furete, collinson, waldin, ganter, mexcola, duke, ryan, leucadia, queen dan edranol.
3. MANFAAT TANAMAN
Bagian tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya sebagai makanan buah segar. Selain itu pemanfaatan daging buah alpukat yang biasa dilakukan masyarakat Eropa adalah digunakan sebagai bahan pangan yang diolah dalam berbagai masakan. Manfaat lain dari daging buah alpukat adalah untuk bahan dasar kosmetik.
Bagian lain yang dapat dimanfaatkan adalah daunnya yang muda sebagai obat tradisional (obat batu ginjal, rematik).
4. SENTRA PENANAMAN
Negara-negara penghasil alpukat dalam skala besar adalah Amerika (Florida, California, Hawaii), Australia, Cuba, Argentina, dan Afrika Selatan. Dari tahun ke
tahun Amerika mempunyai kebun alpukat yang senantiasa meningkat.
Di Indonesia, tanaman alpukat masih merupakan tanaman pekarangan, belum dibudidayakan dalam skala usahatani. Daerah penghasil alpukat adalah Jawa Barat, Jawa Timur, sebagian Sumatera, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara.
5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim.
  1. Angin diperlukan oleh tanaman alpukat, terutama untuk proses penyerbukan. Namun demikian angin dengan kecepatan 62,4-73,6 km/jam dapat dapat mematahkan ranting dan percabangan tanaman alpukat yang tergolong lunak, rapuh dan mudah patah.
  2. Curah hujan minimum untuk pertumbuhan adalah 750-1000 mm/tahun. Ras Hindia Barat dan persilangannya tumbuh dengan subur pada dataran rendah
    beriklim tropis dengan curah hujan 2500 mm/tahun. Untuk daerah dengan curah hujan kurang dari kebutuhan minimal (2-6 bulan kering), tanaman alpukat masih dapat tumbuh asal kedalaman air tanah maksimal 2 m.
  3. Kebutuhan cahaya matahari untuk pertumbuhan alpukat berkisar 40-80 %. Untuk ras Meksiko dan Guatemala lebih tahan terhadap cuaca dingin dan iklim
    kering, bila dibandingkan dengan ras Hindia Barat.
  4. Suhu optimal untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara 12,8-28,3 derajat C. Mengingat tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran
    tinggi, tanaman alpukat dapat mentolerir suhu udara antara 15-30 derajat C atau lebih. Besarnya suhu kardinal tanaman alpukat tergantung ras masing-masing, antara lain ras Meksiko memiliki daya toleransi sampai –7 derajat C, Guatemala sampai -4,5 derajat C, dan Hindia Barat sampai 2 derajat C.
5.2. Media Tanam
  1. Tanaman alpukat agar tumbuh optimal memerlukan tanah gembur, tidak mudah tergenang air, (sistem drainase/pembuangan air yang baik), subur dan banyak mengandung bahan organik.
  2. Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat adalah jenis tanah lempung berpasir (sandy loam), lempung liat (clay loam) dan lempung endapan (aluvial loam).
  3. Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara pH sedikit asam sampai netral, (5,6-6,4). Bila pH di bawah 5,5 tanaman akan
    menderita keracunan karena unsur Al, Mg, dan Fe larut dalam jumlah yang cukup banyak. Sebaliknya pada pH di atas 6,5 beberapa unsur fungsional seperti Fe, Mg, dan Zn akan berkurang.
5.3. Ketinggian Tempat
Pada umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi, yaitu 5-1500 m dpl. Namun tanaman ini akan tumbuh subur dengan hasil yang memuaskan pada ketinggian 200-1000 m dpl. Untuk tanaman alpukat ras Meksiko dan Guatemala lebih cocok ditanam di daerah dengan ketinggian 1000-2000 m dpl., sedangkan ras Hindia Barat pada ketinggian 5-1000 m dpl.
6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
1) Persyaratan Bibit
Bibit yang baik antara lain yang berasal dari
a) Buah yang sudah cukup tua.
b) Buahnya tidak jatuh hingga pecah.
c) Pengadaan bibit lebih dari satu jenis untuk menjamin kemungkinan adanya persarian bersilang.
2) Penyiapan Bibit
Sampai saat ini bibit alpukat hanya dapat diperoleh secara generatif (melalui biji) dan vegetatif (penyambungan pucuk/enten dan penyambungan mata/okulasi).
Dari ketiga cara itu, bibit yang diperoleh dari biji kurang menguntungkan karena tanaman lama berbuah (6-8 tahun) dan ada kemungkinan buah yang dihasilkan
berbeda dengan induknya. Sedangkan bibit hasil okulasi maupun enten lebih cepat berbuah (1-4 tahun) dan buah yang didapatkannya mempunyai sifat yang
sama dengan induknya.
3) Teknik Penyemaian Bibit
a) Penyambungan pucuk (enten)
Pohon pokok yang digunakan untuk enten adalah tanaman yang sudah berumur 6-7 bulan/dapat juga yang sudah berumur 1 tahun, tanaman berasal dari biji yang berasal dari buah yang telah tua dan masak, tinggi 30 cm/kurang, dan yang penting jaringan pada pangkal batang belum berkayu. Sebagai cabang sambungannya digunakan ujung dahan yang masih muda dan berdiameter lebih kurang 0,7 cm. Dahan tersebut dipotong miring sesuai dengan celah yang ada pada pohon pokok sepanjang lebih kurang 10 cm, kemudian disisipkan ke dalam belahan di samping pohon pokok yang diikat/dibalut. Bahan yang baik untuk mengikat adalah pita karet, plastik, rafia/kain berlilin. Sebaiknya penyambungan pada pohon pokok dilakukan serendah mungkin supaya tidak dapat kuncup pada tanaman pokok. Enten-enten yang telah disambung diletakkan di tempat teduh, tidak berangin, dan lembab. Setiap hari tanaman disiram, dan untuk mencegah serangan penyakit sebaiknya tanaman disemprot fungisida. Pada musim kering hama tungau putih sering menyerang, untuk itu sebaiknya dicegah dengan semprotan kelthane. Bibit biasanya sudah dapat dipindahkan ke kebun setelah berumur 9-16 bulan, dan pemindahannya dilakukan pada saat permulaan musim hujan
b) Penyambungan mata (okulasi)
Pembuatan bibit secara okulasi dilakukan pada pohon pangkal berumur 8-10 bulan. Sebagai mata yang akan diokulasikan diambil dari dahan yang sehat, dengan umur 1 tahun, serta matanya tampak jelas. Waktu yang paling baik untuk menempel yaitu pada saat kulit batang semai mudah dilepaskan dari kayunya. Caranya adalah kulit pohon pokok disayat sepanjang 10 cm dan lebarnya 8 mm. Kulit tersebut dilepaskan dari kayunya dan ditarik ke bawah lalu dipotong 6 cm. Selanjutnya disayat sebuah mata dengan sedikit kayu dari cabang mata (enthout), kayu dilepaskan pelan-pelan tanpa merusak mata. Kulit yang bermata dimasukkan di antara kulit dan kayu yang telah disayat pada pohon pokok dan ditutup lagi, dengan catatan mata jangan sampai tertutup. Akhirnya balut seluruhnya dengan pita plastik. Bila dalam 3-5 hari matanya masih hijau, berarti penempelan berhasil.
Selanjutnya 10-15 hari setelah penempelan, tali plastik dibuka. Batang pohon pokok dikerat melintang sedalam setengah diameternya, kira-kira 5-7,5 cm di
atas okulasi, lalu dilengkungkan sehingga pertumbuhan mata dapat lebih cepat. Setelah batang yang keluar dari mata mencapai tinggi 1 m, maka bagian pohon
pokok yang dilengkungkan dipotong tepat di atas okulasi dan lukanya diratakan, kemudian ditutup dengan parafin yang telah dicairkan. Pohon okulasi ini dapat
dipindahkan ke kebun setelah berumur 8-12 bulan dan pemindahan yang paling baik adalah pada saat permulaan musim hujan. Dalam perbanyakan vegetatif yang perlu diperhatikan adalah menjaga kelembaban udara agar tetap tinggi (+ 80%) dan suhu udara di tempat penyambungan jangan terlalu tinggi (antara 15-25°C). Selain itu juga jangan dilakukan pada musim hujan lebat serta terlalu banyak terkena sinar matahari langsung. Bibit yang berupa sambungan perlu disiram secara rutin dan dipupuk 2 minggu sekali. Pemupukan bisa bersamaan dengan penyiraman, yaitu dengan melarutkan 1-1,5 gram urea/NPK ke dalam 1 liter air. Pupuk daun bisa juga diberikan dengan dosis sesuai anjuran dalam kemasan. Sedangkan pengendalian hama dan penyakit dilakukan bila perlu saja.
6.2. Pengolahan Media Tanam
Lahan untuk tanaman alpukat harus dikerjakan dengan baik; harus bersih dari pepohonan, semak belukar, tunggul-tunggul bekas tanaman, serta batu-batu yang
mengganggu. Selanjutnya lahan dicangkul dalam atau ditraktor, lalu dicangkul halus 2-3 kali. Pengerjaan lahan sebaiknya dilakukan saat musim kering sehingga
penanaman nantinya dapat dilakukan pada awal atau saat musim hujan.
6.3. Teknik Penanaman
1) Pola Penanaman
Pola penanaman alpukat sebaiknya dilakukan secara kombinasi antara varietas-varietasnya. Hal ini mengingat bahwa kebanyakan varietas tanaman alpukat tidak dapat melakukan penyerbukan sendiri, kecuali varietas ijo panjang yang memiliki tipe bunga A. Ada 2 tipe bunga dari beberapa varietas alpukat di Indonesia, yaitu tipe A dan tipe B. Varietas yang tergolong tipe bunga A adalah ijo panjang, ijo bundar, merah panjang, merah bundar, waldin, butler, benuk, dickinson, puebla, taft, dan hass. Sedangkan yang tergolong tipe B adalah collinson, itszamma, winslowsaon, fuerte, lyon, nabal, ganter, dan queen. Penyerbukan silang hanya terjadi antara kedua tipe bunga. Oleh karena itu, penanaman alpukat dalam suatu lahan harus dikombinasi antara varietas yang memiliki tipe bunga A dan tipe bunga B sehingga bunga-bunganya saling menyerbuki satu sama lain.
2) Pembuatan Lubang Tanam
  • a) Tanah digali dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi masing-masing 75 cm. Lubang tersebut dibiarkan terbuka selama lebih kurang 2 minggu.
  • b) Tanah bagian atas dan bawah dipisahkan.
  • c) Lubang tanam ditutup kembali dengan posisi seperti semula. Tanah bagian atas dicampur dulu dengan 20 kg pupuk kandang sebelum dimasukkan ke
    dalam lubang.
  • d) Lubang tanam yang telah tertutup kembali diberi ajir untuk memindahkan mengingat letak lubang tanam.
3) Cara Penanaman
Waktu penanaman yang tepat adalah pada awal musim hujan dan tanah yang ada dalam lubang tanam tidak lagi mengalami penurunan. Hal yang perlu diperhatikan adalah tanah yang ada dalam lubang tanam harus lebih tinggi dari tanah sekitarnya. Hal ini untuk menghindari tergenangnya air bila disirami atau turun hujan.
Langkah-langkah penanaman adalah sebagai berikut:
  • a) Lubang tanam yang telah ditutup, digali lagi dengan ukuran sebesar wadah bibit.
  • b) Bibit dikeluarkan dari keranjang atau polibag dengan menyayatnya agar gumpalan tanah tetap utuh.
  • c) Bibit beserta tanah yang masih menggumpal dimasukkan dalam lubang setinggi leher batang, lalu ditimbun dan diikatkan ke ajir.
  • d) Setiap bibit sebaiknya diberi naungan untuk menghindari sinar matahari secara langsung, terpaan angin, maupun siraman air hujan. Naungan tersebut dibuat miring dengan bagian yang tinggi di sebelah timur. Peneduh ini berfungsi sampai tumbuh tunas-tunas baru atau lebih kurang 2-3 minggu.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penyiangan
Gulma banyak tumbuh di sekitar tanaman karena di tempat itu banyak terdapat zat hara. Selain merupakan saingan dalam memperoleh makanan, gulma juga
merupakan tempat bersarangnya hama dan penyakit. Oleh karena itu, agar tanaman dapat tumbuh dengan baik maka gulma-gulma tersebut harus disiangi
(dicabut) secara rutin.
2) Penggemburan Tanah
Tanah yang setiap hari disiram tentu saja akan semakin padat dan udara di dalamnya semakin sedikit. Akibatnya akar tanaman tidak dapat leluasa menyerap
unsur hara. Untuk menghindarinya, tanah di sekitar tanaman perlu digemburkan dengan hati-hati agar akar tidak putus.
3) Penyiraman
Bibit yang baru ditanam memerlukan banyak air, sehingga penyiraman perlu dilakukan setiap hari. Waktu yang tepat untuk menyiram adalah pagi/sore hari,
dan bila hari hujan tidak perlu disiram lagi.
4) Pemangkasan Tanaman
Pemangkasan hanya dilakukan pada cabang-cabang yang tumbuh terlalu rapat atau ranting-ranting yang mati. Pemangkasan dilakukan secara hati-hati agar luka
bekas pemangkasan terhindar dari infeksi penyakit dan luka bekas pemangkasan sebaiknya diberi fungisida/penutup luka.
5) Pemupukan
Dalam pembudidayaan tanaman alpukat diperlukan program pemupukan yang baik dan teratur. Mengingat sistem perakaran tanaman alpukat, khususnya akar-akar rambutnya, hanya sedikit dan pertumbuhannya kurang ekstensif maka pupuk harus diberikan agak sering dengan dosis kecil. Jumlah pupuk yang diberikan tergantung pada umur tanaman. Bila program pemupukan tahunan menggunakan pupuk urea (45% N), TSP (50% P), dan KCl (60% K) maka untuk tanaman berumur muda (1-4 tahun) diberikan urea, TSP, dan KCl masing-masing sebanyak 0,27-1,1 kg/pohon, 0,5-1 kg/pohon dan 0,2-0,83 kg/pohon. Untuk tanaman umur produksi (5 tahun lebih) diberikan urea, TSP, dan KCl masing-masing sebanyak 2,22-3,55 kg/pohon, 3,2 kg/pohon, dan 4 kg/pohon. Pupuk sebaiknya diberikan 4 kali dalam setahun.
Mengingat tanaman alpukat hanya mempunyai sedikit akar rambut, maka sebaiknya pupuk diletakkan sedekat mungkin dengan akar. Caranya dengan menanamkan pupuk ke dalam lubang sedalam 30-40 cm, di mana lubang tersebut dibuat tepat di bawah tepi tajuk tanaman, melingkari tanaman.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama pada Daun
1) Ulat kipat (Cricula trisfenestrata Helf)
Ciri: Panjang tubuh 6 cm, berwarna hitam bercak-bercak putih dan dipenuhi rambut putih. Kepala dan ekor berwarna merah menyala.
Gejala: Daun-daun tidak utuh dan terdapat bekas gigitan. Pada serangan yang hebat, daun habis sama sekali tetapi tanaman tidak akan mati, dan terlihat kepompong bergelantungan.
Pengendalian: Menggunakan insektisida yang mengandung bahan aktif monokrotofos atau Sipermetein, misal Cymbush 50 EC dengan dosis 1-3 cc/liter
atau Azodrin 15 WSC dengan dosis 2-3 cc/liter.
2) Ulat kupu-kupu gajah (Attacus atlas L.)
Ciri: Sayap kupu-kupu dapat mencapai ukuran 25 cm dengan warna coklat kemerahan dan segitiga tansparan. Ulat berwarna hijau tertutup tepung putih,
panjang 15 cm dan mempunyai duri yang berdaging. Pupa terdapat di dalam kepompong yang berwarna coklat.
Gejala: Sama dengan gejala serangan ulat kipat, tetapi kepompong tidak bergelantungan melainkan terdapat di antara daun.
Pengendalian: Sama dengan pemberantasan ulat kipat.
3) Aphis gossypii Glov/A. Cucumeris, A. cucurbitii/Aphis kapas.
Ciri: Warna tubuh hijau tua sampai hitam atau kunig coklat. Hama ini mengeluarkan embun madu yang biasanya ditumbuhi cendawan jelaga sehingga daun menjadi hitam dan semut berdatangan.
Gejala: Pertumbuhan tanaman terganggu. Pada serangan yang hebat tanaman akan kerdil dan terpilin.
Pengendalian: Disemprot dengan insektisida berbahan aktif asefat/dimetoat, misalnya Orthene 75 SP dengan dosis 0,5-0,8 gram/liter atau Roxion 2 cc/liter.
4) Kutu dompolan putih (Pseudococcus citri Risso)/Planococcus citri Risso
Ciri: Bentuk tubuh elips, berwarna coklat kekuningan sampai merah oranye, tertutup tepung putih, ukuran tubuh 3 mm, mempunyai tonjolan di tepi tubuh dengan jumlah 14-18 pasang dan yang terpanjang di bagian pantatnya.
Gejala: Pertumbuhan tanaman terhambat dan kurus. Tunas muda, daun, batang, tangkai bunga, tangkai buah, dan buah yang terserang akan terlihat pucat, tertutup massa berwarna putih, dan lama kelamaan kering.
Pengendalian: Disemprot dengan insektisida yang mengandung bahan aktif formotion, monokrotofos, dimetoat, atau karbaril. Misalnya anthion 30 EC dosis 1-1,5 liter/ha, Sevin 85 S dosis 0,2% dari konsentrasi fomula.
5) Tungau merah (Tetranychus cinnabarinus Boisd)
Ciri: Tubuh tungau betina berwarna merah tua/merah kecoklatan, sedangkan tungau jantan hijau kekuningan/kemerahan. Terdapat beberapa bercak hitam, kaki
dan bagian mulut putih, ukuran tubuh 0,5 mm.
Gejala: Permukaan daun berbintik-bintik kuning yang kemudian akan berubah menjadi merah tua seperti karat. Di bawah permukaan daun tampak anyaman benang yang halus. Serangan yang hebat dapat menyebabkan daun menjadi layu dan rontok.
Pengendalian: Disemprot dengan akarisida Kelthan MF yang mengandung bahan aktif dikofoldan, dengan dosis 0,6-1 liter/ha.
7.2. Hama pada Buah
1) Lalat buah Dacus (Dacus dorsalis Hend.)
Ciri: Ukuran tubuh 6 - 8 mm dengan bentangan sayap 5 - 7 mm. Bagian dada berwarna coklat tua bercak kuning/putih dan bagian perut coklat muda dengan
pita coklat tua. Stadium larva berwarna putih pada saat masih muda dan kekuningan setelah dewasa, panjang tubuhnya 1 cm.
Gejala: Terlihat bintik hitam/bejolan pada permukaan buah, yang merupakan tusukan hama sekaligus tempat untuk meletakkan telur. Bagian dalam buah berlubang dan busuk karena dimakan larva.
Pengendalian: Dengan umpan minyak citronella/umpan protein malation akan mematikan lalat yang memakannya. Penyemprotan insektisida dapat dilakukan antara lain dengan Hostathion 40 EC yang berbahan aktif triazofos dosis 2 cc/liter dan tindakan yang paling baik adalah memusnahkan semua buah yang terserang atau membalik tanah agar larva terkena sinar matahari dan mati.
2) Codot (Cynopterus sp)
Ciri: Tubuh seperti kelelawar tetapi ukurannya lebih kecil menyerang buah-buahan pada malam hari.
Gejala: Terdapat bagian buah yang berlubang bekas gigitan. Buah yang terserang hanya yang telah tua, dan bagian yang dimakan adalah daging buahnya saja.
Pengendalian: Menangkap codot menggunakan jala/menakut-nakutinya menggunakan kincir angin yang diberi peluit sehingga dapat menimbulkan suara.
7.3. Hama pada Cabang/Ranting
1) Kumbang bubuk cabang (Xyleborus coffeae Wurth / Xylosandrus morigerus Bldf).
Ciri: Kumbang yang lebih menyukai tanaman kopi ini berwarna coklat tua dan berukuran 1,5 mm. Larvanya berwarna putih dan panjangnya 2 mm.
Gejala: Terdapat lubang yang menyerupai terowongan pada cabang atau ranting. Terowongan itu dapat semakin besar sehingga makanan tidak dapat tersalurakan ke daun, kemudian daun menjadi layu dan akhirnya cabang atau ranting tersebut mati.
Pengendalian: Cabang/ranting yang terserang dipangkas dan dibakar. Dapat juga disemprot insektisida berbahan aktif asefat atau diazinon yang
terkandung dalam Orthene 75 SP dengan dosis pemberian 0,5-0,8 gram/liter dan Diazinon 60 EC dosis 1-2 cc/liter.
7.4. Penyakit yang disebabkan Jamur
1) Antraknosa
Penyebab: Jamur Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) sacc. Yang mempunyai miselium berwarna cokleat hijau sampai hitam kelabu dan sporanya berwarna
jingga.
Gejala: Penyakit ini menyerang semua bagian tanaman, kecuali akar. Bagian yang terinfeksi berwarna cokelat karat, kemudian daun, bunga, buah/cabang tanaman yang terserang akan gugur.
Pengendalian: Pemangkasan ranting dan cabang yang mati. Penelitian buah dilakukan agak awal (sudah tua tapi belum matang). Dapat juga disemprot dengan fungisida yang berbahan aktif maneb seperti pada Velimex 80 WP. Fungisida ini diberikan 2 minggu sebelum pemetikan dengan dosis 2-2,5 gram/liter.
2) Bercak daun atau bercak cokelat
Penyebab: cercospora purpurea Cke./dikenal juga dengan Pseudocercospora purpurea (Cke.) Derghton. Jamur ini berwarna gelap dan menyukai tempat
lembab.
Gejala: bercak cokelat muda dengan tepi cokelat tua di permukaan daun atau buah. Bila cuaca lembab, bercak cokelat berubah menjadi bintik-bintik
kelabu. Bila dibiarkan, lama-kelamaan akan menjadi lubang yang dapat dimasuki organisme lain.
Pengendalian: Penyemprotan fungisida Masalgin 50 WP yang mengandung benomyl, dengan dosis 1-2 gram/liter atau dapat juga dengan mengoleskan bubur Bordeaux.
3) Busuk akar dan kanker batang
Penyebab: Jamur Phytophthora yang hidup saprofit di tanah yang mengandung bahan organik, menyukai tanah basah dengan drainase jelek.
Gejala: Bila tanaman yang terserang akarnya maka pertumbuhannya menjadi terganggu, tunas mudanya jarang tumbuh. Akibat yang paling fatal adalah kematian pohon. Bila batang tanaman yang terserang maka akan tampak perubahan warna kulit pada pangkal batang.
Pengendalian: drainase perlu diperbaiki, jangan sampai ada air yang menggenang/dengan membongkar tanaman yang terserang kemudian diganti dengan tanaman yang baru.
4) Busuk buah
Penyebab: Botryodiplodia theobromae pat. Jamur ini menyerang apabila ada luka pada permukaan buah.
Gejala: Bagian yang pertama kali diserang adalah ujung tangkai buah dengan tanda adanya bercak cokelat yang tidak teratur, yang kemudian menjalar ke bagian buah. Pada kulit buah akan timbul tonjolan-tonjolan kecil.
Pengendalian: Oleskan bubur Bordeaux/ semprotkan fungisida Velimex 80 WP yang berbahan aktif Zineb, dengan dosis 2-2,5 gram/liter.
8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Ciri-ciri buah yang sudah tua tetapi belum masak adalah:
  • a) warna kulit tua tetapi belum menjadi cokelat/merah dan tidak mengkilap;
  • b) bila buah diketuk dengan punggung kuku, menimbulkan bunyi yang nyaring;
  • c) bila buah digoyang-goyang, akan terdengar goncangan biji.
Penetapan tingkat ketuaan buah tersebut memerlukan pengalaman tersendiri. Sebaiknya perlu diamati waktu bunga mekar sampai enam bulan kemudian, karena
buah alpukat biasanya tua setelah 6-7 bulan dari saat bunga mekar. Untuk memastikannya, perlu dipetik beberapa buah sebagai contoh. Bila buah-buah contoh
tersebut masak dengan baik, tandanya buah tersebut telah tua dan siap dipanen.
8.2. Cara Panen
Umumnya memanen buah alpukat dilakukan secara manual, yaitu dipetik menggunakan tangan. Apabila kondisi fisik pohon tidak memungkinkan untuk dipanjat, maka panen dapat dibantu dengan menggunakan alat/galah yang diberi tangguk kain/goni pada ujungnya/tangga. Saat dipanen, buah harus dipetik/dipotong
bersama sedikit tangkai buahnya (3-5 cm) untuk mencegah memar, luka/infeksi pada bagian dekat tangkai buah.
8.3. Periode Panen
Biasanya alpukat mengalami musim berbunga pada awal musim hujan, dan musim berbuah lebatnya biasanya pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Di Indonesia yang keadaan alamnya cocok untuk pertanaman alpukat, musim panen dapat terjadi setiap bulan.
8.4. Prakiraan Produksi
Produksi buah alpukat pada pohon-pohon yang tumbuh dan berbuah baik dapat mencapai 70-80 kg/pohon/tahun. Produksi rata-rata yang dapat diharapkan dari setiap pohon berkisar 50 kg.
9. PASCAPANEN
9.1. Pencucian
Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan segala macam kotoran yang menempel sehingga mempermudah penggolongan/penyortiran. Cara pencucian tergantung pada kotoran yang menempel.
9.2. Penyortiran
Penyortiran buah dilakukan sejak masih berada di tingkat petani, dengan tujuan memilih buah yang baik dan memenuhi syarat, buah yang diharapkan adalah yang memiliki ciri sebagai berikut:
  1. Tidak cacat, kulit buah harus mulus tanpa bercak.
  2. Cukup tua tapi belum matang.
  3. Ukuran buah seragam. Biasanya dipakai standar dalam 1 kg terdiri dari 3 buah atau berbobot maksimal 400 g.
  4. Bentuk buah seragam. Pesanan paling banyak adalah yang berbentuk lonceng.
Buah yang banyak diminta importir untuk konsumen luar negeri adalah buah alpukat yang dagingnya berwarna kuning mentega tanpa serat. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, semua syarat tadi tidak terlalu diperhitungkan.
9.3. Pemeraman dan Penyimpanan
Alpukat baru dapat dikonsumsi bila sudah masak. Untuk mencapai tingkat kemasan ini diperlukan waktu sekitar 7 hari setelah petik (bila buah dipetik pada saat sudah cukup ketuaannya). Bila tenggang waktu tersebut akan dipercepat, maka buah harus diperam terlebih dulu. Untuk keperluan ekspor, tidak perlu dilakukan pemeraman karena tenggang waktu ini disesuaikan dengan lamanya perjalanan untuk sampai di tempat tujuan. Cara pemeraman alpukat masih sangat sederhana. Pada umumnya hanya dengan memasukkan buah ke dalam karung goni, kemudian ujungnya diikat rapat. Setelah itu karung diletakkan di tempat yang kering dan bersih. Karena alpukat mempunyai umur simpan hanya sampai sekitar 7 hari (sejak petik sampai siap dikonsumsi), maka bila ingin memperlambat umur simpan tersebut dapat dilakukan dengan menyimpannya dalam ruangan bersuhu 5 derajat C. Dengan cara tersebut, umur penyimpanan dapat diperlambat samapai 30-40 hari.
9.4. Pengemasan dan Pengangkutan
Kemasan adalah wadah/tempat yang digunakan untuk mengemas suatu komoditas. Kemasan untuk pasar lokal berbeda dengan yang untuk diekspor. Untuk pemasaran di dalam negeri, buah alpukat dikemas dalam karung-karung plastik/keranjang, lalu diangkut dengan menggunakan truk. Sedangkan kemasan untuk ekspor berbeda lagi, yaitu umumnya menggunakan kotak karton berkapasitas 5 kg buah alpukat. Sebelum dimasukkan ke dalam kotak karton, alpukat dibungkus kertas tissue, kemudian diatur sususannya dengan diselingi penyekat yang terbuat dari potongan karton.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1 Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya tanaman alpukat dengan luas lahan 1 hektar selama 10 tahun di daerah Jawa Barat pada tahun 1999.
1) Biaya produksi
  1. Bibit okulasi: 121 batang @ Rp.10.000,- Rp. 1.210.000,-
  2. Pupuk
    • Pupuk kandang 3 ton@ Rp. 150.000,-/ton Rp. 450.000,-
    • Urea
      • Tahun ke-1-4, 1.936 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 2.904.000,-
      • Tahun ke-5-10, 9.801 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 14.701.500,-
    • TSP
      • Tahun ke-1-4, 1.936 kg @ Rp. 1.600,- Rp. 3.097.600,-
      • Tahun ke-5-10, 9.317 kg @ Rp.1.600,- Rp. 14.907.200,-
    • KCl
      • Tahun ke-1-4, 1.694 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 2.795.100,-
      • Tahun ke-5-10, 11.616 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 19.166.400,-
    • Pestisida dan fungisida Rp. 240.000,-
  3. Peralatan
    • Cangkul Rp. 70.000,-
    • Sprayer Rp. 250.000,-
  4. Tenaga kerja
    • Pembajakan lahan dan pupuk dasar (borongan) Rp. 400.000,-
    • Penyiraman 15 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 105.000,-
    • Pemangkasan 4 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 28.000,-
    • Pembuatan lubang tanam 15 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 105.000,-
    • Penanaman 7 HOK @ RP. 7.000,- Rp. 49.500,-
    • Penyiangan 20 HOK/tahun @ Rp. 7.000,- Rp. 1.400.000,-
    • Pemupukan 10 HOK/tahun @ Rp. 7.000,- Rp. 700.000,-
    • Perlindungan tanaman 4HOK/tahun @ Rp. 7.000,- Rp. 280.000,-
  5. Panen dan pascapanen
    • Tahun ke-4, 18 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 126.000,-
    • Tahun ke-5, 22 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 154.000,-
    • Tahunke-6, 35 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 245.000,-
    • Tahunke-7, 48 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 336.000,-
    • Tahun ke-8, 48 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 336.000,-
    • Tahun ke-9, 48 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 336.000,-
    • Tahun ke-10, 48HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 336.000,-
Jumlah biaya produksi dalam 10 tahun Rp. 64.841.300,-
2) Pendapatan
  1. Tahun ke-4, 3.300 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 11.550.000,-
  2. Tahun ke-5, 6.500 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 22.750.000,-
  3. Tahun ke-6, 9.800 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 34.300.000,-
  4. Tahun ke-7, 12.000 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 42.000.000,-
  5. Tahun ke-8, 12.200 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 42.700.000,-
  6. Tahun ke-9, 12.500 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 43.750.000,-
  7. Tahun ke-10, 12.500 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 43.750.000,-
Jumlahpendapatan dalam 10 tahun Rp.240.800.000,-
3)Keuntungan dalam 10 tahun Rp.175.958.700,-
Tanaman alpukat yang berasal dari bibit okulasi atau sambung akan mulai berbuah pada umur 4 tahun dengan produksi 3.300 kg/ha. Produksi ini akan terus bertambah hingga mencapai kestabilan pada tahun ke-7 (panen keempat) dengan jumlah produksi rata-rata 12.000 kg/ha. Keuntungan baru dapat diperoleh pada panen kedua (tahun ke-5) dan akan stabil pada panen keempat (tahun ke-7). Namun analisis tersebut belum termasuk biaya sewa tanah.
10.2 Gambaran Peluang Agribisnis
Walaupun keuntungan bertanam alpukat di Indonesia belum begitu bisa dirasakan karena pengelolaannya tidak intensif, namun karena permintaannya naik maka
pertanaman alpukat dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Prospek ke depan bisnis alpukat semakin cerah sehubungan dengan semakin terbukanya peluang
pasar. Tetapi sayangnya masih banyak wilayah yang merupakan sentra produksi belum tergali, sehingga kesulitan mendapatkan buah masih tetap dirasakan oleh
para pedagang, baik di pasar lokal maupun eksportir.
Alpukat merupakan salah satu jenis buah bergizi tinggi yang semakin banyak diminati. Hal ini terlihat dari banyaknya permintaan alpukat di pasaran. Sebagai contoh, seorang grosir membutuhkan alpukat 12-20 ton/minggu untuk pedagang pengecer di Bogor. Selain di pasar lokal, pasar luar negeri pun berhasil ditembusnya. Mula-mula hanya Singapura dan Belanda, kemudian menyusul Saudi Arabia, Perancis, dan Brunei Darussalam. Impor Perancis pada tahun 1989 sebanyak 3.790 kg dengan nilai 379 US$, dan pada tahun 1990 meningkat menjadi 5.749 kg dengan nilai 10.876 US$. Situasi harga di tingkat petani memang relatif bervariasi dibandingkan dengan di tingkat pengecer. Harga setiap kilogram di tingkat petani di daerah Garut pada tahun 1991 berkisar antara Rp 200,- sampai Rp 600,-. Seangkan di tingkat pengecer biasanya lebih stabil, dan harga bisa mencapai Rp 700,- sampai Rp 1.750,-/kg.
Adanya perbedaan harga yang cukup besar tersebut antara lain disebabkan karena di tingkat pengecer risiko kerusakannya lebih tinggi.
11. STANDAR PRODUKSI
11.1. Ruang Lingkup
Standar produksi ini meliputi: syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan contoh dan cara pengemasan.
11.2. Diskripsi
Alpukat adaalah buah tanaman apaokat (Persea Americana MILL) dalam keadaan cukup tua, utuh, segar dan bersih.
11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu
Alpokat digolongkan dalam 3 macam ukuran berdasarkan berat, yaitu:
  1. Alpokat besar : 451-550 gram/buah
  2. Alpokat sedang : 351-450 gram/buah
  3. Alpokat kecil : 250-350 gram/buah
Sedangkan syarat mutu adalah sebagai berikut:
  1. Kesamaan sifat varietas: mutu I seragam; mutu II seragam; cara pengujian organoleptik
  2. Tingkat ketuaan: mutu I tua tapi tidak terlalu matang; mutu II tua tapi tidak terlalu matang; cara pengijian organoleptik
  3. Bentuk: mutu I normal; mutu II kurang normal; cara pengujian organoleptik
  4. Kekerasan: mutu I keras; mutu II keras; cara pengujian Organoleptik
  5. Ukuran: mutu I seragam; mutu II kurang seragam; cara pengujian SP-SMP-309-1981
  6. Kerusakan (bobot/bobot): mutu I maks 5%; mutu II 10%; cara pengujian SP-SMP-310- 1981
  7. Busuk (bobot/bobot): mutu I maks 1%; mutu II 2%; cara pengujian SP-SMP-311-1981
  8. Kotoran: mutu I bebas; mutu II bebas; cara pengujian organoleptik
11.5. Pengambilan Contoh
Setiap kemasan diambil contohnya sebanyak 3 kg dari bagian atas, tengah dan bawah. Contoh tersebut dicampur merata tanpa menimbulkan kerusakan, kemudian
dibagi 4 dan dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali sampai contoh mencapai 3 kg untuk dianalisa.
  1. Jumlah kemasan dalam partai: 1 sampai 100, minimum jumlah contoh yang diambil 5.
  2. Jumlah kemasan dalam partai: 101 sampai 300, minimum jumlah contoh yang diambil 7.
  3. Jumlah kemasan dalam partai: 301 sampai 500, minimum jumlah contoh yang diambil 9.
  4. Jumlah kemasan dalam partai: 501 sampai 1000, minimum jumlah contoh yang diambil 10.
  5. Jumlah kemasan dalam partai: lebih dari 1000, minimum jumlah contoh yang diambil 15.
Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang berpengalaman/dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan suatu badan hukum.
11.6. Pengemasan
Buah alpukat disajikan dalam bentuk utuh dan segar, dikemas dalam keranjang bambu/bahan lain yang sesuai dengan/tanpa bahan penyekat, ditutup dengan anyaman bambu/bahan lain, kemudian diikat dengan tali bambu/bahan lain. Isi kemasan tidak melebihi permukaan kemasan dengan berat bersih maksimum 20 kg.
Di bagian luar kemasan diberi label yang bertuliskan antara lain: nama barang, golongan ukuran, jenis mutu, daerah asal, nama/kode perusahaan/eksportir, berat
bersih, hasil Indonesia dan tempat/negara tujuan.
12. DAFTAR PUSTAKA
  1. Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi (1978). "Pedoman penanaman jenis tanaman hortikultura dan rerumputan". Jakarta: Direktorat Reboisasi dan
    Rehabilitasi, Departemen pertanian.
  2. Hodson, R.W. (1950). "The avocado a gift from the middle Americas". Economic Botany, (4) hal. 253
  3. Indriani, Y. Hetty; Suminarsih, Emi (1997). "Alpukat". Jakarta: Penebar Swadaya. 96 hal.
  4. Kalie, Moehd. Baga (1997). "Alpukat: budidaya dan pemanfaatannya". Yogyakarta: Kanisius. 112 hal.
  5. Lawrence, G.H.M. (1951). "Taxonomy of vasculer plants" New York: The Mac Millan Company. 512 hal.
  6. Mardisiswojo, S.; Mangunsudarso, H.R. (1968). "Cabe puyang warisan nenek moyang" jilid III, Jakarta: Karya Wreda. Hal. 24.
  7. Ochse, J.J. (1931). "Fruit an fruits culture in the Dutch East Indies". Batavia: G. Kolff and Co. 55 hal.
  8. Ochse, J.J. (1961). "Tropical and subtropicak agriculture". Vol. I. New York : The Mac Millan Company, 617 hal.
  9. Palmer, D.F. (1937). "Avocado fertilization. Cal. Avocado Ass'n. 20 th ed., Coit, J.E. (ed.), Year Book. 235 hal.
  10. Purseglove, J.W. (1974). "Tropical crops dicotyledons". London: Longman. 192 hal.
  11. Rismunandar (1981). "Memperbaiki lingkungan dengan bercocok tanam jambu mede dan alpukat". Bandung: Sinar Baru 39 hal.
  12. Sunaryo, H.; Rismunandar (1981). "Pengantar pengetahuan dasar hortikultura". I. Bandung: Sinar Baru. 31 hal.
  13. Supriyanto, Arry (1989). "Bibit alpukat sambung dini." Trubus, (Nov.) hal. 192.
  14. Tohir, K.A. (1978). "Tropical agriculture. The climate, soils, cultural methods, crops, live stock, commercial importance and opportunities of tropics". New York: D. Appleton and company, 112 hal.
  15. Wirasmanto (1971). "Penggunaan alpukat". Warta Pertanian (10) hal. 19.
  16. Zentmeyer, G.A. (1953). "Diseases of the avocado". Dalam: The year book of agriculture United States Departement of Agriculture, Washington, D.C., hal. 875 Jakarta, Februari 2000
Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS

BUDIDAYA BELIMBING

BUDIDAYA BELIMBING


BELIMBING
( Averrhoa Carambola )


1. SEJARAH SINGKAT

Belimbing merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari kawasan Malaysia, kemudian menyebar luas ke berbagai negara yang beriklim tropis lainnya di dunia termasuk Indonesia. Pada umumnya belimbing ditanam dalam bentuk kultur pekarangan (home yard gardening), yaitu diusahakan sebagai usaha sambilan sebagai tanaman peneduh di halaman-halaman rumah. Di kawasan Amerika, buah belimbing dikenal dengan nama /sebutan “star fruits”, dan jenis belimbing yang populer dan digemari masyarakat adalah belimbing “Florida”.

2. JENIS TANAMAN

Dalam taksonomi tumbuhan, belimbing diklasifikasikan sebagai berikut:

  1. Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
  2. Divisi : Spermatphyta (tumbuhan berbiji)
  3. Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
  4. Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua)
  5. Ordo : Oxalidales
  6. Famili : Oxalidaceae
  7. Genus : Averrhoa
  8. Spesies : Averrhoa carambola L. (belimbing manis); A.bilimbi L. (belimbing
    wuluh)

Di Indonesia dikenal cukup banyak ragam varietas belimbing, diantaranya varietas Sembiring, Siwalan, Dewi, Demak kapur, Demak kunir, Demak jingga, Pasar minggu, Wijaya, Paris, Filipina, Taiwan, Bangkok, dan varietas Malaysia. Tahun 1987 telah dilepas dua varietas belimbing unggul nasional yaitu: varietas Kunir dan Kapur.

3. MANFAAT TANAMAN

Manfaat utama tanaman ini sebagai makan buah segar maupun makanan buah olahan ataupun obat tadisional. Manfaat lainnya sebagai stabilisator & pemeliharaan lingkungan, antara lain dapat menyerap gas-gas beracun buangan kendaraan bermotor, dll, menyaring debu, meredam getaran suara, dan memelihara lingkungan dari pencemaran karena berbagai kegiatan manusia. Sebagai wahana pendidikan, penanaman belimbing di halaman rumah tidak terpisahkan dari program pemerintah dalam usaha gerakan menanam sejuta pohon.

4. SENTRA PENANAMAN

Sentra/pusat penanaman tanaman belimbing sebagai usahatani secara intensif dan komersial adalah Malaysia. Pada tahun 1993 negara ini mampu mengekspor buah belimbing segar sebanyak 10.220 mt (metrik ton) senilai Rp. 2 miliar yang dipasok ke Hongkong, Singapora, Taiwan, Timur Tengah, dan Eropa Barat.

5. SYARAT TUMBUH

5.1. Iklim

  1. Untuk pertumbuhan dibutuhkan keadaan angin yang tidak terlalu kencang, karena dapat menyebabkan gugurnya bunga atau buah.
  2. Curah hujan sedang, di daerah yang curah hujannya tinggi seringkali menyebabkan gugurnya bunga dan buah, sehingga produksinya akan rendah.
  3. Tempat tanamnya terbuka dan mendapat sinar matahari secara memadai dengan intensitas penyinaran 45–50 %, namun juga toleran terhadap naungan (tempat terlindung).
  4. Suhu dan kelembaban ataupun iklimnya termasuk tipe A (amat basah), B (agak basah), C (basah), dengan 6–12 bulan basah dan 0–6 bulan keing, namun paling baik di daerah yang mempunyai 7,5 bulan basah dan 4,5 bulan kering.

5.2. Media Tanam

  1. Hampir semua jenis tanah yang digunakan untuk pertanian cocok pula untuk tanaman belimbing. Tanahnya subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi dan drainasenya baik.
  2. Derajat keasaman tanah untuk tanaman belimbing yaitu memiliki pH 5,5–7,5.
  3. Kandungan air dalam tanah atau kedalaman air tanah antara 50–200 cm dibawah permukaan tanah.

5.3. Ketinggian Tempat

Ketinggian tempat yang cocok untuk tanaman belimbing yaitu di dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl.

6. PEDOMAN BUDIDAYA

6.1. Pembibitan

1) Persyaratan Benih dan Bibit

Teknologi produksi bibit unggul belimbing harus selalu menggunakan pohon induk unggul atau pembiakan secara vegetatif (cangkok, okulasi, enten, dan susuan). Pembiakan secara generatif dengan biji tidak dianjurkan, karena hampir selalu memberikan keturunan berbeda dengan induknya (segregasi genetis). Oleh karena itu, pembiakan generatif (biji) hanya dimaksudkan untuk menghasilkan bibit batang bawah (onderstam) yang kelak digunakan pada perbanyakan vegetatif.

2) Penyiapan Benih

Penyiapan bibit unggul belimbing dilakukan dengan cara pembiakan vegetatif (cangkok, okulasi, susuan dan enten). Khusus pada perbanyakan vegetatif dengan cara penyambungan (okulasi, enten, susuan) diperlukan batang bawah atau bibit onderstam yang berasal dari biji (pembiakan generatif). Tata cara penyiapan batang bawah untuk penyiapan biji (benih) belimbing sebagai berikut:

  1. Pilih buah belimbing yang sudah matang dipohon dan keadaannya sehat serta berasal dari varietas unggul nasional ataupun lokal.
  2. Ambil (keluarkan) biji dari buah dengan cara membelahnya, kemudian tampung dalam suatu wadah.
  3. Cuci biji belimbing dengan air bersih hingga bebas dari lendirnya.
  4. Keringanginkan biji belimbing ditempat teduh dan kering hingga kadar airnya berkisar antara 12–14 %.
  5. Simpan biji belimbing dalam suatu wadah tertutup rapat dan berwarna, atau langsung disemai di persemaian.

3) Teknik Penyemaian Benih

Penyiapan lahan persemaian meliputi tahapan sebagai berikut:

  1. Tentukan (pilih) areal untuk lahan persemaian di tempat yang strategis dan tanahnya subur.
  2. Olah tanahnya cukup dalam antara 30-40 cm hingga gembur, kemudian dikering-anginkan selama ± 15 hari. c) Buat bedengan selebar 100-120 cm, tinggi 30 cm dan panjangnya tergantung keadaan lahan. Arah bedengan sebaiknya membujur posisi Utara-Selatan.
  3. Tambahkan pupuk kandang yang matang dan halus sebanyak 2 kg/m2 luas bedengan sambil dicampurkan dengan tanah atas secara merata, kemudian rapikan bedengan dengan alat bantu papan kayu atau bambu ataupun cangkul.
  4. Tancapkan tiang-tiang bambu di sisi Timur bedengan setinggi 100-150 cm dan di sisi Barat 75-100 cm, kemudian pasang pula palang-palang dari bilah bambu sambil diikat.
  5. Pasang atap persemaian dari dedaunan (jerami) atau lembar plastik bening (transparan), sehingga bedengan persemaian lengkap dengan atapnya siap disemai biji belimbing.

Tatalaksana menyemai biji belimbing adalah sebagai berikut:

  1. Rendam biji belimbing dalam air dingin atau hangat kuku (55-60 derajat C) selama 30 menit atau lebih.
  2. Kecambahkan biji belimbing dengan cara disimpan dalam gulungan kain basah di tempat yang lembab selama beberapa waktu.
  3. Semai biji belimbing yang telah berkecambah pada lahan pesemaian. Caranya adalah biji disebar di sepanjang garitan atau alur-alur dangkal pada jarak antar alur sekitar 10-15 cm, kemudian tutup dengan tanah tipis.
  4. Biarkan kecambah tumbuh dan berkembang menjadi bibit muda.

4) Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian

Pemeliharaan bibit selama di pesemaian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

  1. Penyiraman (pengairan) secara kontinyu 1-2 kali sehari atau tergantung keadaan cuaca.
  2. Pemupukan dengan pupuk Nitrogen (Urea, ZA) ataupun NPK yang dilarutkan dalam air dengan dosis 10 gram/10 liter untuk disiramkan pada media pesemaian setiap 3 bulan sekali.

c) Pengendalian hama atau penyakit dengan cara memotong bagian yang terserang parah, perbaikan drainase tanah dan penyemprotan pestisida pada konsentrasi rendah antara 30–50 % dari yang dianjurkan.

5) Pemindahan Bibit

Penyapihan (pendederan bibit pada umur 6–8 bulan dari pesemaian ke dalam polibag atau keranjang atau lahan yang telah diisi media campuran tanah dengan pupuk kandang.

6.2. Pengolahan Media Tanam

1) Persiapan

Luasan minimum yang diperlukan untuk operasional pembibitan adalah 2.000 m 2 , yang dapat menampung bibit sebanyak 5.000-10.000 bibit. Sedangkan lahan untuk pohon induk dapat disediakan tersendiri atau ditanam dalam lahan operasional. Syarat utama dalam pemilihan lahan adalah tersedianya air bagi tanaman, sebagai indikator alami ada atau tidaknya sumber air dapat digunakan pohon enau, karena umumnya pohon enau hidup di daerah yang banyak mengandung air. Ciri lain lahan yang mengandung air adalah daerah tersebut berada di suatu lembah bukit atau pegunungan. Lahan untuk tanaman belimbing
di dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl, dengan kedalaman air tanah antara 50–200 cm dibawah pemukaan tanah dan memiliki pH 5,5–7,5. Tanah lahannya subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi dan drainasenya baik, serta waktu penanaman yang paling baik di daerah yang mempunyai iklim antara 7,5 bulan basah dan 4,5 bulan kering.

2) Pembukaan Lahan

Tentukan areal lahan yang strategis dan subur, cara pengolahan lahan (pembajakan/pengarukan dan pencangkulan) tanah lahan cukup dalam antara 30–40 cm hingga gembur, kemudian dikeringanginkan selama 15 hari. Tambahkan pada tanah lahan yang telah diolah pupuk kandang yang matang dan halus sebanyak 2 kg/m 2 kemudian rapikan bedengan sambil icampurkan dengan tanah atas secara merata, dan dirapikan dengan alat bantu papan kayu atau bambu atau cangkal dan selanjutnya lahan siap ditanami.

3) Pembentukan Bedengan

Bedengan dibuat dengan ukuran lebar 100–120 cm, tinggi 30 cm dan panjangnya tergantung keadaan lahan. Bedengan sebaiknya membujur posisi Utara-Selatan. Pasang (tancapkan) tiang-tiang bambu di sisi Timur bedengan setinggi 100–150
cm, dan di sisi Barat 75–100 cm, kemudian pasang pula palang-palang sambil diikat. Selanjutnya pasang atap dari dedaunan (jerami) atau plastik bening (transparan) sehingga bedengan siap digunakan.

6.3. Teknik Penanaman

1) Penentuan Pola Tanam

Penetuan jarak tanam dan pola tanam biasanya relatif tergantung pada luas lahan yang ada. Pada umumnya, bila areal lahan cukup luas maka jarak tanam antar tanaman belimbing dibuat sekitar 6 x 6 meter. Atau dapat pula digunakan dalan jarak tanam 5 x 5 m dengan pola tanam dalam bentuk kultur perkebunan secara permanen dan dipelihara intensif.

2) Pembuatan Lubang Tanam

Sebelum bibit ditanam, terlebih dulu dibuat lubang tanam. Lubang tanam berukuran 50 x 50 x 50 cm. Lubang digali sedalam 50 cm, separuh tanah galian bagian atas dipisahkan, lubang diangin-anginkan selama 2-4 minggu. Setelah cukup dianginkan, tanah dibagian atas dicampur dengan pupuk kandang ayam dengan perbandingan 1:1. Selain itu juga diberi pupuk NPK 20-10-10 sebanyak 1 genggam per lubang tanam. Kemudian campuran tanah dan pupuk itu dimasukkan kembali ke dalam lubang.

3) Cara Penanaman

Lubang yang sudah dipersiapkan untuk ditanami seperti diatas, setelah diberi pupuk tidak langsung ditanami, tetapi dibiarkan selama 1 minggu setelah itu baru ditanami. Bila yang ditanam bibit okulasi klon B17, maka pada waktu ditanam di lapang harus dikombinasikan/diseling dengan bibit klon B2. Caranya,diantara 8 tanaman B17 ditengah-tengahnya ditanami B2. Kombinasi ini dimaksudkan untuk membantu penyerbukan, karena menurut seorang ahli, diduga belimbing klon B17
ini bersifat male sterile, sehingga perlu bantuan serbuk sari klon B2 dalam penyerbukannya.

6.4. Pemeliharaan Tanaman

1) Penjarangan dan Penyulaman

Penjarangan dan penyulaman dimaksudkan agar buah lebih leluasa berkembang dan distribusi makanan hanya untuk buah yang dipelihara. Dalam penjarangan ini diusahakan tidak ada buah yang bergerombol atau berdempetan. Satu pohon diperkirakan hanya ada 100 buah belimbing yang dipelihara sampai besar. Penjarangan dilakukan saat buah sebesar 2,5–5 cm, atau 5–10 hari setelah bunga bermekaran.

2) Penyiangan, Pembubunan dan Perempalan

Penyiangan, pembubunan dan perempalan dilakukan agar tanaman belimbing menghasilkan buah secara produktif, dan mendapatkan hasil yang maksimal. Penyiangan dilakukan dengan melakukan pemangkasan untuk membentuk tajuk tanaman agar tanaman tidak saling berhimpitan. Hal ini untuk mendorong produksi buah dan memudahkan pemanenan.

3) Pemupukan

Pemupukan untuk 3 bulan setelah tanam adalah 25 kg pupuk kandang ayam dengan 50 gram NPK/pohon. Umur setahun 25 kg pupuk kandang dengan 150 gram NPK/pohon. Umur 2 tahun diberikan 50 kg pupuk kandang dan 500 gram NPK/pohon, dan umur 3 tahun keatas diberikan 75 kg pupuk kandang dengan 1 kg NPK/pohon. Untuk media tanam berupa pot atau tanaman buah dalam pot (tabulampot) pemupukan diberikan pada waktu umur tanaman 1 bulan diberi
pupuk dasar berupa campuran urea, TSP atau SP dan KCL (2:1:1) sebanyak 20 gr atau 2 sendok makan per pohon (pot). Pupuk tersebut dibenamkan dalam pot. Setiap sebulan sekali dipupuk dengan pupuk nitrogen ZA sebanyak 10 gr
dilarutkan dalam 10 liter air, larutan ini disiramkan pada tanaman belimbing dalam pot hingga tampak cukup basah. Pada tanaman belimbing yang sudah mulai berbunga dan berbuah diberi pupuk NPK sebanyak 25–50 gram/pohon (pot)/tahun. Waku pemberian pupuk sebaiknya sebelum tanaman berbunga, setelah berbuah, dan seusai panen, sehingga tiap tahun minimal dilakukan pemupukan 3 kali masing-masing 1/3 dosis.

4) Pengairan dan Penyiraman

Tanaman belimbing banyak membutuhkan air sepanjang hidupnya. Di daerah yang sepanjang tahun mendapatkan air tentu tidak masalah, namun di daerah yang kering tanaman perlu diberi pengairan dan disiram. Sebagai indikasi bila tanaman perlu disiram yaitu bila rumput-rumput yang tumbuh dibawah pohon sudah mulai layu. Penyiraman dapat dilakukan dengan cara penggenangan (dileb) atau disiram sampai daerah sekitar tajuk tanaman basah. Meskipun selalu butuh air, tanaman ini kurang menyukai air tergenang, perlu diberi sarana drainase dan air segera dialirkan ke luar kebun agar tidak menggenang.

5) Waktu Penyemprotan Pestisida

Sebagai pencegahan terhadap hama dan penyakit tanaman belimbing maka perlu dilakukan penyemprotan pestisida. Waktu penyemprotan pestisida dilakukan 2 minggu sekali, misalnya dengan ‘Thamaron Super’ yang takarannya disesuaikan
dengan dosis yang tertera pada kemasan.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1. Hama

1) Lalat buah (Dacus pedestris)

Lalat ini berwarna coklat kekuning-kuningan dengan dua garis membujur, pinggangnya ramping, bersayap seperti baju tidur yang strukturnya tipis dan transparan. Lalat betina meletakkan telur pada kulit buah, kemudian menetas menjadi larva. Larva inilah yang kemudian merusak daging buah belimbing hingga menyebabkan bususk dan berguguran. Pengendalian: dilakukan dengan cara pembungkusan buah pada stadium pentil (umur 1 bulan dari bunga mekar), mengumpulkan dan membakar sisa-sisa tanaman yang berserakan di bawah pohon, memasang sex pheromone seperti Methyl eugenol dalam botol aqua bekas.

2) Hama lain: kutu daun, semut ngangrang (Oecophylla smaragdina) dan kelelawar.

Pengendalian: kutu daun dan semut dapat disemprot dengan insektisida yang mangkus seperti Matador 25 EC dll, sedangkan kelelawar harus dengan cara dihalau.

7.2. Penyakit

1) Bercak daun

Penyebab: cendawan Cercospora averrhoae Fres. Gejala: terjadi bercak-becak klorotik berbentuk bulat dan kecil-kecil pada anak daun. Daun yang terserang berat menjadi kuning dan rontok, bahkan sampai gundul pada tanaman muda atau stadium bibit. Pengendalian: dengan cara memotong (amputasi) bagian tanaman yang sakit dan disemprot fungisida yang berbahan aktif Kaptafol, seperti Difolatan, dll.

2) Penyakit kapang jelaga

Penyakit ini hidup sebagai saprofit pada madu yang dihasilkan oleh kutu-kutu putih. Gejala: permukaan daun tertutup oleh warna hitam, sehingga dapat mengganggu proses fotosintesis. Pengendalian: disemprot dengan fungisida yang mangkus, misalnya Dithane M45 pada konsentrasi yang dianjurkan.

8. PANEN

8.1. Ciri dan Umur Panen

Umur panen (petik) buah belimbing sangat dipengaruhi oleh letak geografi penanaman, yaitu faktor lingkungan dan iklim. Di dataran rendah yang tipe iklimnya basah, umur petik buah belimbing sekitar 35–60 hari setelah pembungkusan buah atau 65–90 hari setelah bunga mekar. Ciri buah belimbing yang sudah saatnya dipanen adalah ukurannya besar (maksimal), telah matang dan warna buahnya berubah dari hijau menjadi putih atau kuning atau merah atau variasi warna lainnya. Hal ini tergantung dari varietas belimbing.

8.2. Cara Panen

Cara panen buah belimbing dilakukan dengan cara memotong tangkainya. Pemetikan buah berlangsung secara kontinyu dengan memilih buah yang telah matang. Waktu panen yang paling baik adalah pagi hari, saat buah masih segar dan sebelum cuaca terlalu panas (terik). Buah belimbing yang baru dipetik segera dimasukkan (ditampung) dalam suatu wadah secara hati-hati agar tidak memar atau rusak.

8.3. Periode Panen

Periode panen buah belimbing, umumnya penen perdana pada umur 3-4 tahun setelah tanam. Pembungaan dan pembuahan belimbing dapat terus menerus sepanjang tahun, masa panen paling lebat (banyak) biasanya terjadi tiga kali dalam setahun.

8.4. Prakiraan Produksi

Potensi hasil/produksi buah belimbing varietas unggul yang ditanam di kebun secara permanen dan dipelihara intensif dapat mencapai antara 150–300 buah/pohon/tahun. Bila jarak tanam 5 x 5 m dengan populasi per hektar antara 250–400 pohon dengan produktivitas 150–300 buah/pohon dan berat per buah rata-rata 160 gram, maka tingkat produksi per hektar mencapai 6–19 ton.

9. PASCAPANEN

Seusai panen belimbing perlu penanganan pascapanen lebih lanjut, terutama bila jumlahnya melimpah (banyak). Tahapan penangan pascapanen buah belimbing adalah sebagai berikut:

9.1. Pengumpulan

Kumpulkan buah belimbing di suatu tempat atau ruangan yang teduh.

9.2. Penyortiran dan Penggolongan

Pilih buah bedasarkan tingkat kematangan dan ukuran yang seragam. Pisahkan (buang) buah yang rusak, cacat atau diserang hama dan penyakit. Bersihkan buah dari kotoran yang mungkin menempel dengan alat bantu kuat lembut (halus).

9.3. Penyimpanan

Simpan buah belimbing dalam wadah dan ruangan (tempat) yang dingin untuk persediaan keluarga, atau simpan kotak karton berisi buah belimbing di ruangan pendingin bersuhu antara 5-20 derajat C.

9.4. Pengemasan dan Pengangkutan

  1. Bungkus tiap buah atau beberapa buah dengan plastik regang atau kertas tissue atau polysterene net.
  2. Masukkan buah belimbing ke dalam wadah (kontainer) berupa kotak karton yang bagian dasar dan dindingnya dialasi (dilapisi) busa. Tiap kotak karton berisi maksimal 3 lapis buah belimbing dengan posisi buah bagian pangkalnya berada di bawah. Buah belimbing yang sudah dikemas siap diangkut ke tempat penjualan/penampungan.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN

10.1. Analisis Usaha Budidaya

Potensi produksi buah belimbing yang ditanam di kebun secara permanen dan dipelihara intensif, dengan jarak tanam antara 5x5 m atau 6x6 m, bila populasi tanaman belimbing per hektar antara 250–400 pohon dengan potensi produktivitas 150–300 buah/pohon/tahun, dan berat per buah rata-rata 160 gram, maka dapat dihasilkan/tingkat produksi per hektar mencapai 6–19 ton buah belimbing. Pada panen raya belimbing, harga belimbing rata-rata mencapai Rp. 750,- sampai Rp.
5.000,- per kg. Maka kita dapat menghitung berapa Rupiah besar penghasilan yang didapat dalam 1 hektar per tahun. Tentunya setelah dikurangi biaya-biaya produksi yang dikeluarkan, seperti: pembibitan, pemeliharaan, pemupukan,
panen/pascapanen, dll.

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Prospek pemasaran belimbing di dalam negeri diperkirakan makin baik. Hal ini antara lain disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk dan semakin banyaknya konsumen menyadari pentingnya kecukupan gizi dari buah-buahan. Pada tahun
1993 Indonesia baru andil 0,4 % dari total nilai impor dunia buah tropis. Bila pada tahun 1989 tingkat konsumsi buah-buahan per kapita penduduk Indonesia hanya mencapai 22,92 kg/tahun, maka untuk mencapai kecukupan gizi yang sesuai dengan anjuran FAO menargetkan rata-rata 60 Kg per kapita per tahun. Salah satu jenis buah potensial yang mudah dibudidayakan untuk mendukung pencapaian target tersebut adalah belimbing. Perkiraan permintaan setiap tahun semakin meningkat, peningkatan permintaan tersebut adalah sebesar 6,1 %/tahun (1995–2000), 6,5 %/tahun (2000–2005), 6,8 %/tahun (2005–2010), dan mencapai 8,9 %/tahun (2010– 2015). Jelaslah bahwa prospek usahatani (agribisnis) belimbing amat cerah bila dikelola secara intensif dan komersial, baik dalam bentuk kultur perkebunan, pekarangan, maupun Tabulampot.

11. STANDAR PRODUKSI

11.1. Ruang Lingkup

Standar produksi ini meliputi: syarat mutu, cara pengujian mutu, cara pengambilan contoh dan cara pengemasan.

11.2. Diskripsi ..........................

11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu : ......................

11.4 Pengambilan Contoh

Contoh diambil secara acak dari jumlah kemasan seperti terlihat di bawah ini. Dari setiap kemasan diambil contoh sebanyak 20 buah dari bagian atas, tengah dan bawah. Contoh tersebut diacak bertingkat (startified random sampling) sampai diperoleh minimum 20 buah untuk dianalisis.

  1. Jumlah kemasan dalam partai (lot) sampai dengan 100, contoh yang diambil 5.
  2. Jumlah kemasan dalam partai (lot) 101 sampai dengan 300, contoh yang diambil 7.
  3. Jumlah kemasan dalam partai (lot) 301-500, contoh yang diambil 9.
  4. Jumlah kemasan dalam partai (lot) 501-1000, contoh yang diambil 10.
  5. Jumlah kemasan dalam partai (lot) lebih dari 1000, contoh yang diambil 15 (minimum).

Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu orang yang berpengalaman atau dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan dengan badan hukum.

11.5. Pengemasan

Buah belimbing dikemas dengan peti kayu/bahan lain yang sesuai dengan berat bersih maksimum 30 kg. Dibagian luar kemasan diberi label yang bertuliskan antara lain: nama barang, golongan ukuran, jenis mutu, nama/kode perusahaan, berat
bersih, negara/tempat tujuan, hasil Indonesia, daerah asal.

12. DAFTAR PUSTAKA

  1. Bagaimana memupuk belimbing dengan benar.- Trubus Januari 1989 : 16.
  2. Belimbing unggul dari Demak.- Janur Seloka, Mei 1993 : 3.
  3. Ciri-ciri bibit belimbing unggul.- Trubus, September 1989 : 102.
  4. Citra Cipaku, PT.- Pengusahaan bibit manggis dan belimbing di Citra Cipaku.-Bogor : Citra Cipaku, 1997?
  5. Memberantas semut pada pohon belimbing.- Suara Karya, 15 Pebruari 1989 : 8.
  6. Mengatasi lalat buah pada belimbing.- Trubus, April 1990 : 160.
  7. Pusat Informasi Pertanian Trubus.- Kumpulan Kliping Belimbing: pengenalan jenis, budidaya, pascapanen, pemasaran.- Jakarta : PIP-Trubus, 1993.
  8. Rukmana, Rahmat.- Belimbing.- seri Tabulampot, Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 1996.
  9. Ternyata buah belimbing berkhasiat sebagai obat penyembuh.- Bisnis Indonesia, 4 April 1993 :9. Jakarta, Februari 2000

Sumber : Sistim Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, BAPPENAS