BUDIDAYA ALPUKAT
1. SEJARAH SINGKAT
Tanaman alpukat merupakan tanaman buah berupa pohon
dengan nama alpuket (Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah),
boah pokat, jamboo pokat (Batak), advokat, jamboo mentega, jamboo
pooan, pookat (Lampung) dan lain-lain. Tanaman alpukat berasal dari
dataran rendah/tinggi Amerika Tengah dan
diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Secara resmi antara tahun 1920-1930 Indonesia telah mengintroduksi 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah dan Amerika Serikat untuk memperoleh varietas-varietas unggul guna meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat, khususnya di daerah dataran tinggi.
diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18. Secara resmi antara tahun 1920-1930 Indonesia telah mengintroduksi 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah dan Amerika Serikat untuk memperoleh varietas-varietas unggul guna meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat, khususnya di daerah dataran tinggi.
2. JENIS TANAMAN
Klasifikasi lengkap tanaman alpukat adalah sebagai
berikut:
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranales
Keluarga : Lauraceae
Marga : Persea
Varietas : Persea americana Mill
Berdasarkan sifat ekologis, tanaman alpukat terdiri dari 3 tipe keturunan/ras, yaitu:.
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranales
Keluarga : Lauraceae
Marga : Persea
Varietas : Persea americana Mill
Berdasarkan sifat ekologis, tanaman alpukat terdiri dari 3 tipe keturunan/ras, yaitu:.
1) Ras Meksiko
Berasal dari dataran tinggi Meksiko dan Equador beriklim
semi tropis dengan ketinggian antara 2.400-2.800 m dpl. Ras ini
mempunyai daun dan buahnya yang
berbau adas. Masa berbunga sampai buah bisa dipanen lebih kurang 6 bulan. Buah kecil dengan berat 100-225 gram, bentuk jorong (oval), bertangkai pendek,
kulitnya tipis dan licin. Biji besar memenuhi rongga buah. Daging buah mempunyai kandungan minyak/lemak yang paling tinggi. Ras ini tahan terhadap suhu dingin.
berbau adas. Masa berbunga sampai buah bisa dipanen lebih kurang 6 bulan. Buah kecil dengan berat 100-225 gram, bentuk jorong (oval), bertangkai pendek,
kulitnya tipis dan licin. Biji besar memenuhi rongga buah. Daging buah mempunyai kandungan minyak/lemak yang paling tinggi. Ras ini tahan terhadap suhu dingin.
2) Ras Guatemala
Berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah beriklim
sub tropis dengan ketinggian sekitar 800-2.400 m dpl. Ras ini kurang
tahan terhadap suhu dingin (toleransi
sampai -4,5 derajat C). Daunnya tidak berbau adas. Buah mempunyai ukuran yang cukup besar, berat berkisar antara 200-2.300 gram, kulit buah tebal, keras,
mudah rusak dan kasar (berbintil-bintil). Masak buah antara 9-12 bulan sesudah berbunga. Bijinya relatif berukuran kecil dan menempel erat dalam rongga, dengan kulit biji yang melekat. Daging buah mempunyai kandungan minyak yang sedang.
sampai -4,5 derajat C). Daunnya tidak berbau adas. Buah mempunyai ukuran yang cukup besar, berat berkisar antara 200-2.300 gram, kulit buah tebal, keras,
mudah rusak dan kasar (berbintil-bintil). Masak buah antara 9-12 bulan sesudah berbunga. Bijinya relatif berukuran kecil dan menempel erat dalam rongga, dengan kulit biji yang melekat. Daging buah mempunyai kandungan minyak yang sedang.
3) Ras Hindia Barat
Berasal dari dataran rendah Amerika Tengah dan Amerika
Selatan yang beriklim tropis, dengan ketinggian di bawah 800 m dpl.
Varietas ini sangat peka terhadap suhu rendah, dengan toleransi
sampai minus 2 derajat C. Daunnya tidak berbau adas, warna daunnya
lebih terang dibandingkan dengan kedua ras yang lain. Buahnya berukuran
besar dengan berat antara 400-2.300 gram, tangkai pendek, kulit
buah licin agak liat dan tebal. Buah masak 6-9 bulan sesudah berbunga.
Biji besar dan sering lepas di dalam rongga, keping biji kasar.
Kandungan minyak dan daging buahnya paling rendah.
Varietas-varietas alpukat di Indonesia dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu:
1) Varietas unggul
Sifat-sifat unggul tersebut antara lain produksinya
tinggi, toleran terhadap hama dan penyakit, buah seragam berbentuk
oval dan berukuran sedang, daging buah
berkualitas baik dan tidak berserat, berbiji kecil melekat pada rongga biji, serta kulit buahnya licin. Sampai dengan tanggal 14 Januari 1987, Menteri Pertanian
telah menetapkan 2 varietas alpukat unggul, yaitu alpukat ijo panjang dan ijo bundar. Sifat-sifat kedua varietas tersebut antara lain:
berkualitas baik dan tidak berserat, berbiji kecil melekat pada rongga biji, serta kulit buahnya licin. Sampai dengan tanggal 14 Januari 1987, Menteri Pertanian
telah menetapkan 2 varietas alpukat unggul, yaitu alpukat ijo panjang dan ijo bundar. Sifat-sifat kedua varietas tersebut antara lain:
- a. Tinggi pohon: alpukat ijo panjang 5-8 m, alpukat ijo bundar 6-8 m.
- b. Bentuk daun: alpukat ijo panjang bulat panjang dengan tepi rata, alpukat ijo bundar bulat panjang dengan tepi berombak.
- c. Berbuah: alpukat ijo panjang terus-menerus, tergantung pada lokasi dan kesuburan lahan, alpukat ijo bundar terus-menerus, tergantung pada lokasi dan kesuburan lahan.
- d. Berat buah: alpukat ijo panjang 0,3-0,5 kg, alpukat ijo bundar 0,3-0,4 kg.
- e. Bentuk buah: alpukat ijo panjang bentuk pear (pyriform), alpukat ijo bundar lonjong (oblong).
- f. Rasa buah: alpukat ijo panjang enak, gurih, agak lunak, alpukat ijo bundar enak, gurih, agak kering.
- g. Diameter buah: alpukat ijo panjang 6,5-10 cm (rata-rata 8 cm), alpukat ijo bundar 7,5 cm.
- h. Panjang buah: alpukat ijo panjang 11,5-18 cm (rata-rata 14 cm), alpukat ijo bundar 9 cm.
- i. Hasil: alpukat ijo panjang 40-80 kg /pohon/tahun (rata-rata 50 kg), alpukat ijo bundar 20-60 kg/pohon/tahun (rata-rata 30 kg).
2) Varietas lain
Varietas alpukat kelompok ini merupakan plasma nutfah
Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi, Tlekung, Malang.
Beberapa varietas alpukat yang terdapat di kebun percobaan Tlekung,
Malang adalah alpukat merah panjang, merah bundar, dickson, butler,
winslowson, benik, puebla, furete, collinson, waldin, ganter, mexcola,
duke, ryan, leucadia, queen dan edranol.
3. MANFAAT TANAMAN
Bagian tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan adalah
buahnya sebagai makanan buah segar. Selain itu pemanfaatan daging
buah alpukat yang biasa dilakukan masyarakat Eropa adalah digunakan
sebagai bahan pangan yang diolah dalam berbagai masakan. Manfaat
lain dari daging buah alpukat adalah untuk bahan dasar kosmetik.
Bagian lain yang dapat dimanfaatkan adalah daunnya
yang muda sebagai obat tradisional (obat batu ginjal, rematik).
4. SENTRA PENANAMAN
Negara-negara penghasil alpukat dalam skala besar
adalah Amerika (Florida, California, Hawaii), Australia, Cuba, Argentina,
dan Afrika Selatan. Dari tahun ke
tahun Amerika mempunyai kebun alpukat yang senantiasa meningkat.
tahun Amerika mempunyai kebun alpukat yang senantiasa meningkat.
Di Indonesia, tanaman alpukat masih merupakan tanaman
pekarangan, belum dibudidayakan dalam skala usahatani. Daerah penghasil
alpukat adalah Jawa Barat, Jawa Timur, sebagian Sumatera, Sulawesi
Selatan, dan Nusa Tenggara.
5. SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim.
- Angin diperlukan oleh tanaman alpukat, terutama untuk proses penyerbukan. Namun demikian angin dengan kecepatan 62,4-73,6 km/jam dapat dapat mematahkan ranting dan percabangan tanaman alpukat yang tergolong lunak, rapuh dan mudah patah.
- Curah hujan minimum untuk pertumbuhan adalah 750-1000 mm/tahun.
Ras Hindia Barat dan persilangannya tumbuh dengan subur pada dataran
rendah
beriklim tropis dengan curah hujan 2500 mm/tahun. Untuk daerah dengan curah hujan kurang dari kebutuhan minimal (2-6 bulan kering), tanaman alpukat masih dapat tumbuh asal kedalaman air tanah maksimal 2 m. - Kebutuhan cahaya matahari untuk pertumbuhan alpukat berkisar
40-80 %. Untuk ras Meksiko dan Guatemala lebih tahan terhadap
cuaca dingin dan iklim
kering, bila dibandingkan dengan ras Hindia Barat. - Suhu optimal untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara 12,8-28,3
derajat C. Mengingat tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah
sampai dataran
tinggi, tanaman alpukat dapat mentolerir suhu udara antara 15-30 derajat C atau lebih. Besarnya suhu kardinal tanaman alpukat tergantung ras masing-masing, antara lain ras Meksiko memiliki daya toleransi sampai –7 derajat C, Guatemala sampai -4,5 derajat C, dan Hindia Barat sampai 2 derajat C.
5.2. Media Tanam
- Tanaman alpukat agar tumbuh optimal memerlukan tanah gembur, tidak mudah tergenang air, (sistem drainase/pembuangan air yang baik), subur dan banyak mengandung bahan organik.
- Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat adalah jenis tanah lempung berpasir (sandy loam), lempung liat (clay loam) dan lempung endapan (aluvial loam).
- Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat berkisar
antara pH sedikit asam sampai netral, (5,6-6,4). Bila pH di bawah
5,5 tanaman akan
menderita keracunan karena unsur Al, Mg, dan Fe larut dalam jumlah yang cukup banyak. Sebaliknya pada pH di atas 6,5 beberapa unsur fungsional seperti Fe, Mg, dan Zn akan berkurang.
5.3. Ketinggian Tempat
Pada umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran
rendah sampai dataran tinggi, yaitu 5-1500 m dpl. Namun tanaman
ini akan tumbuh subur dengan hasil yang memuaskan pada ketinggian
200-1000 m dpl. Untuk tanaman alpukat ras Meksiko dan Guatemala
lebih cocok ditanam di daerah dengan ketinggian 1000-2000 m dpl.,
sedangkan ras Hindia Barat pada ketinggian 5-1000 m dpl.
6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
1) Persyaratan Bibit
Bibit yang baik antara lain yang berasal dari
a) Buah yang sudah cukup tua.
b) Buahnya tidak jatuh hingga pecah.
c) Pengadaan bibit lebih dari satu jenis untuk menjamin
kemungkinan adanya persarian bersilang.
2) Penyiapan Bibit
Sampai saat ini bibit alpukat hanya dapat diperoleh
secara generatif (melalui biji) dan vegetatif (penyambungan pucuk/enten
dan penyambungan mata/okulasi).
Dari ketiga cara itu, bibit yang diperoleh dari biji kurang menguntungkan karena tanaman lama berbuah (6-8 tahun) dan ada kemungkinan buah yang dihasilkan
berbeda dengan induknya. Sedangkan bibit hasil okulasi maupun enten lebih cepat berbuah (1-4 tahun) dan buah yang didapatkannya mempunyai sifat yang
sama dengan induknya.
Dari ketiga cara itu, bibit yang diperoleh dari biji kurang menguntungkan karena tanaman lama berbuah (6-8 tahun) dan ada kemungkinan buah yang dihasilkan
berbeda dengan induknya. Sedangkan bibit hasil okulasi maupun enten lebih cepat berbuah (1-4 tahun) dan buah yang didapatkannya mempunyai sifat yang
sama dengan induknya.
3) Teknik Penyemaian Bibit
a) Penyambungan pucuk (enten)
Pohon pokok yang digunakan untuk enten adalah tanaman
yang sudah berumur 6-7 bulan/dapat juga yang sudah berumur 1 tahun,
tanaman berasal dari biji yang berasal dari buah yang telah tua
dan masak, tinggi 30 cm/kurang, dan yang penting jaringan pada pangkal
batang belum berkayu. Sebagai cabang sambungannya digunakan ujung
dahan yang masih muda dan berdiameter lebih kurang 0,7 cm. Dahan
tersebut dipotong miring sesuai dengan celah yang ada pada pohon
pokok sepanjang lebih kurang 10 cm, kemudian disisipkan ke dalam
belahan di samping pohon pokok yang diikat/dibalut. Bahan yang baik
untuk mengikat adalah pita karet, plastik, rafia/kain berlilin.
Sebaiknya penyambungan pada pohon pokok dilakukan serendah mungkin
supaya tidak dapat kuncup pada tanaman pokok. Enten-enten yang telah
disambung diletakkan di tempat teduh, tidak berangin, dan lembab.
Setiap hari tanaman disiram, dan untuk mencegah serangan penyakit
sebaiknya tanaman disemprot fungisida. Pada musim kering hama tungau
putih sering menyerang, untuk itu sebaiknya dicegah dengan semprotan
kelthane. Bibit biasanya sudah dapat dipindahkan ke kebun setelah
berumur 9-16 bulan, dan pemindahannya dilakukan pada saat permulaan
musim hujan
b) Penyambungan mata (okulasi)
Pembuatan bibit secara okulasi dilakukan pada pohon
pangkal berumur 8-10 bulan. Sebagai mata yang akan diokulasikan
diambil dari dahan yang sehat, dengan umur 1 tahun, serta matanya
tampak jelas. Waktu yang paling baik untuk menempel yaitu pada saat
kulit batang semai mudah dilepaskan dari kayunya. Caranya adalah
kulit pohon pokok disayat sepanjang 10 cm dan lebarnya 8 mm. Kulit
tersebut dilepaskan dari kayunya dan ditarik ke bawah lalu dipotong
6 cm. Selanjutnya disayat sebuah mata dengan sedikit kayu dari cabang
mata (enthout), kayu dilepaskan pelan-pelan tanpa merusak mata.
Kulit yang bermata dimasukkan di antara kulit dan kayu yang telah
disayat pada pohon pokok dan ditutup lagi, dengan catatan mata jangan
sampai tertutup. Akhirnya balut seluruhnya dengan pita plastik.
Bila dalam 3-5 hari matanya masih hijau, berarti penempelan berhasil.
Selanjutnya 10-15 hari setelah penempelan, tali plastik
dibuka. Batang pohon pokok dikerat melintang sedalam setengah diameternya,
kira-kira 5-7,5 cm di
atas okulasi, lalu dilengkungkan sehingga pertumbuhan mata dapat lebih cepat. Setelah batang yang keluar dari mata mencapai tinggi 1 m, maka bagian pohon
pokok yang dilengkungkan dipotong tepat di atas okulasi dan lukanya diratakan, kemudian ditutup dengan parafin yang telah dicairkan. Pohon okulasi ini dapat
dipindahkan ke kebun setelah berumur 8-12 bulan dan pemindahan yang paling baik adalah pada saat permulaan musim hujan. Dalam perbanyakan vegetatif yang perlu diperhatikan adalah menjaga kelembaban udara agar tetap tinggi (+ 80%) dan suhu udara di tempat penyambungan jangan terlalu tinggi (antara 15-25°C). Selain itu juga jangan dilakukan pada musim hujan lebat serta terlalu banyak terkena sinar matahari langsung. Bibit yang berupa sambungan perlu disiram secara rutin dan dipupuk 2 minggu sekali. Pemupukan bisa bersamaan dengan penyiraman, yaitu dengan melarutkan 1-1,5 gram urea/NPK ke dalam 1 liter air. Pupuk daun bisa juga diberikan dengan dosis sesuai anjuran dalam kemasan. Sedangkan pengendalian hama dan penyakit dilakukan bila perlu saja.
atas okulasi, lalu dilengkungkan sehingga pertumbuhan mata dapat lebih cepat. Setelah batang yang keluar dari mata mencapai tinggi 1 m, maka bagian pohon
pokok yang dilengkungkan dipotong tepat di atas okulasi dan lukanya diratakan, kemudian ditutup dengan parafin yang telah dicairkan. Pohon okulasi ini dapat
dipindahkan ke kebun setelah berumur 8-12 bulan dan pemindahan yang paling baik adalah pada saat permulaan musim hujan. Dalam perbanyakan vegetatif yang perlu diperhatikan adalah menjaga kelembaban udara agar tetap tinggi (+ 80%) dan suhu udara di tempat penyambungan jangan terlalu tinggi (antara 15-25°C). Selain itu juga jangan dilakukan pada musim hujan lebat serta terlalu banyak terkena sinar matahari langsung. Bibit yang berupa sambungan perlu disiram secara rutin dan dipupuk 2 minggu sekali. Pemupukan bisa bersamaan dengan penyiraman, yaitu dengan melarutkan 1-1,5 gram urea/NPK ke dalam 1 liter air. Pupuk daun bisa juga diberikan dengan dosis sesuai anjuran dalam kemasan. Sedangkan pengendalian hama dan penyakit dilakukan bila perlu saja.
6.2. Pengolahan Media Tanam
Lahan untuk tanaman alpukat harus dikerjakan dengan
baik; harus bersih dari pepohonan, semak belukar, tunggul-tunggul
bekas tanaman, serta batu-batu yang
mengganggu. Selanjutnya lahan dicangkul dalam atau ditraktor, lalu dicangkul halus 2-3 kali. Pengerjaan lahan sebaiknya dilakukan saat musim kering sehingga
penanaman nantinya dapat dilakukan pada awal atau saat musim hujan.
mengganggu. Selanjutnya lahan dicangkul dalam atau ditraktor, lalu dicangkul halus 2-3 kali. Pengerjaan lahan sebaiknya dilakukan saat musim kering sehingga
penanaman nantinya dapat dilakukan pada awal atau saat musim hujan.
6.3. Teknik Penanaman
1) Pola Penanaman
Pola penanaman alpukat sebaiknya dilakukan secara
kombinasi antara varietas-varietasnya. Hal ini mengingat bahwa kebanyakan
varietas tanaman alpukat tidak dapat melakukan penyerbukan sendiri,
kecuali varietas ijo panjang yang memiliki tipe bunga A. Ada 2 tipe
bunga dari beberapa varietas alpukat di Indonesia, yaitu tipe A
dan tipe B. Varietas yang tergolong tipe bunga A adalah ijo panjang,
ijo bundar, merah panjang, merah bundar, waldin, butler, benuk,
dickinson, puebla, taft, dan hass. Sedangkan yang tergolong tipe
B adalah collinson, itszamma, winslowsaon, fuerte, lyon, nabal,
ganter, dan queen. Penyerbukan silang hanya terjadi antara kedua
tipe bunga. Oleh karena itu, penanaman alpukat dalam suatu lahan
harus dikombinasi antara varietas yang memiliki tipe bunga A dan
tipe bunga B sehingga bunga-bunganya saling menyerbuki satu sama
lain.
2) Pembuatan Lubang Tanam
- a) Tanah digali dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi masing-masing 75 cm. Lubang tersebut dibiarkan terbuka selama lebih kurang 2 minggu.
- b) Tanah bagian atas dan bawah dipisahkan.
- c) Lubang tanam ditutup kembali dengan posisi seperti semula.
Tanah bagian atas dicampur dulu dengan 20 kg pupuk kandang sebelum
dimasukkan ke
dalam lubang. - d) Lubang tanam yang telah tertutup kembali diberi ajir untuk memindahkan mengingat letak lubang tanam.
3) Cara Penanaman
Waktu penanaman yang tepat adalah pada awal musim
hujan dan tanah yang ada dalam lubang tanam tidak lagi mengalami
penurunan. Hal yang perlu diperhatikan adalah tanah yang ada dalam
lubang tanam harus lebih tinggi dari tanah sekitarnya. Hal ini untuk
menghindari tergenangnya air bila disirami atau turun hujan.
Langkah-langkah penanaman adalah sebagai berikut:
- a) Lubang tanam yang telah ditutup, digali lagi dengan ukuran sebesar wadah bibit.
- b) Bibit dikeluarkan dari keranjang atau polibag dengan menyayatnya agar gumpalan tanah tetap utuh.
- c) Bibit beserta tanah yang masih menggumpal dimasukkan dalam lubang setinggi leher batang, lalu ditimbun dan diikatkan ke ajir.
- d) Setiap bibit sebaiknya diberi naungan untuk menghindari sinar matahari secara langsung, terpaan angin, maupun siraman air hujan. Naungan tersebut dibuat miring dengan bagian yang tinggi di sebelah timur. Peneduh ini berfungsi sampai tumbuh tunas-tunas baru atau lebih kurang 2-3 minggu.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penyiangan
Gulma banyak tumbuh di sekitar tanaman karena di tempat
itu banyak terdapat zat hara. Selain merupakan saingan dalam memperoleh
makanan, gulma juga
merupakan tempat bersarangnya hama dan penyakit. Oleh karena itu, agar tanaman dapat tumbuh dengan baik maka gulma-gulma tersebut harus disiangi
(dicabut) secara rutin.
merupakan tempat bersarangnya hama dan penyakit. Oleh karena itu, agar tanaman dapat tumbuh dengan baik maka gulma-gulma tersebut harus disiangi
(dicabut) secara rutin.
2) Penggemburan Tanah
Tanah yang setiap hari disiram tentu saja akan semakin
padat dan udara di dalamnya semakin sedikit. Akibatnya akar tanaman
tidak dapat leluasa menyerap
unsur hara. Untuk menghindarinya, tanah di sekitar tanaman perlu digemburkan dengan hati-hati agar akar tidak putus.
unsur hara. Untuk menghindarinya, tanah di sekitar tanaman perlu digemburkan dengan hati-hati agar akar tidak putus.
3) Penyiraman
Bibit yang baru ditanam memerlukan banyak air, sehingga
penyiraman perlu dilakukan setiap hari. Waktu yang tepat untuk menyiram
adalah pagi/sore hari,
dan bila hari hujan tidak perlu disiram lagi.
dan bila hari hujan tidak perlu disiram lagi.
4) Pemangkasan Tanaman
Pemangkasan hanya dilakukan pada cabang-cabang yang
tumbuh terlalu rapat atau ranting-ranting yang mati. Pemangkasan
dilakukan secara hati-hati agar luka
bekas pemangkasan terhindar dari infeksi penyakit dan luka bekas pemangkasan sebaiknya diberi fungisida/penutup luka.
bekas pemangkasan terhindar dari infeksi penyakit dan luka bekas pemangkasan sebaiknya diberi fungisida/penutup luka.
5) Pemupukan
Dalam pembudidayaan tanaman alpukat diperlukan program
pemupukan yang baik dan teratur. Mengingat sistem perakaran tanaman
alpukat, khususnya akar-akar rambutnya, hanya sedikit dan pertumbuhannya
kurang ekstensif maka pupuk harus diberikan agak sering dengan dosis
kecil. Jumlah pupuk yang diberikan tergantung pada umur tanaman.
Bila program pemupukan tahunan menggunakan pupuk urea (45% N), TSP
(50% P), dan KCl (60% K) maka untuk tanaman berumur muda (1-4 tahun)
diberikan urea, TSP, dan KCl masing-masing sebanyak 0,27-1,1 kg/pohon,
0,5-1 kg/pohon dan 0,2-0,83 kg/pohon. Untuk tanaman umur produksi
(5 tahun lebih) diberikan urea, TSP, dan KCl masing-masing sebanyak
2,22-3,55 kg/pohon, 3,2 kg/pohon, dan 4 kg/pohon. Pupuk sebaiknya
diberikan 4 kali dalam setahun.
Mengingat tanaman alpukat hanya mempunyai sedikit
akar rambut, maka sebaiknya pupuk diletakkan sedekat mungkin dengan
akar. Caranya dengan menanamkan pupuk ke dalam lubang sedalam 30-40
cm, di mana lubang tersebut dibuat tepat di bawah tepi tajuk tanaman,
melingkari tanaman.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama pada Daun
1) Ulat kipat (Cricula trisfenestrata Helf)
Ciri: Panjang tubuh 6 cm, berwarna hitam bercak-bercak
putih dan dipenuhi rambut putih. Kepala dan ekor berwarna merah
menyala.
Gejala: Daun-daun tidak utuh dan terdapat bekas gigitan.
Pada serangan yang hebat, daun habis sama sekali tetapi tanaman
tidak akan mati, dan terlihat kepompong bergelantungan.
Pengendalian: Menggunakan insektisida yang mengandung
bahan aktif monokrotofos atau Sipermetein, misal Cymbush 50 EC dengan
dosis 1-3 cc/liter
atau Azodrin 15 WSC dengan dosis 2-3 cc/liter.
atau Azodrin 15 WSC dengan dosis 2-3 cc/liter.
2) Ulat kupu-kupu gajah (Attacus atlas L.)
Ciri: Sayap kupu-kupu dapat mencapai ukuran 25 cm
dengan warna coklat kemerahan dan segitiga tansparan. Ulat berwarna
hijau tertutup tepung putih,
panjang 15 cm dan mempunyai duri yang berdaging. Pupa terdapat di dalam kepompong yang berwarna coklat.
panjang 15 cm dan mempunyai duri yang berdaging. Pupa terdapat di dalam kepompong yang berwarna coklat.
Gejala: Sama dengan gejala serangan ulat kipat, tetapi
kepompong tidak bergelantungan melainkan terdapat di antara daun.
Pengendalian: Sama dengan pemberantasan ulat kipat.
3) Aphis gossypii Glov/A. Cucumeris, A. cucurbitii/Aphis
kapas.
Ciri: Warna tubuh hijau tua sampai hitam atau kunig
coklat. Hama ini mengeluarkan embun madu yang biasanya ditumbuhi
cendawan jelaga sehingga daun menjadi hitam dan semut berdatangan.
Gejala: Pertumbuhan tanaman terganggu. Pada serangan
yang hebat tanaman akan kerdil dan terpilin.
Pengendalian: Disemprot dengan insektisida berbahan
aktif asefat/dimetoat, misalnya Orthene 75 SP dengan dosis 0,5-0,8
gram/liter atau Roxion 2 cc/liter.
4) Kutu dompolan putih (Pseudococcus citri Risso)/Planococcus
citri Risso
Ciri: Bentuk tubuh elips, berwarna coklat kekuningan
sampai merah oranye, tertutup tepung putih, ukuran tubuh 3 mm, mempunyai
tonjolan di tepi tubuh dengan jumlah 14-18 pasang dan yang terpanjang
di bagian pantatnya.
Gejala: Pertumbuhan tanaman terhambat dan kurus.
Tunas muda, daun, batang, tangkai bunga, tangkai buah, dan buah
yang terserang akan terlihat pucat, tertutup massa berwarna putih,
dan lama kelamaan kering.
Pengendalian: Disemprot dengan insektisida yang mengandung
bahan aktif formotion, monokrotofos, dimetoat, atau karbaril. Misalnya
anthion 30 EC dosis 1-1,5 liter/ha, Sevin 85 S dosis 0,2% dari konsentrasi
fomula.
5) Tungau merah (Tetranychus cinnabarinus Boisd)
Ciri: Tubuh tungau betina berwarna merah tua/merah
kecoklatan, sedangkan tungau jantan hijau kekuningan/kemerahan.
Terdapat beberapa bercak hitam, kaki
dan bagian mulut putih, ukuran tubuh 0,5 mm.
dan bagian mulut putih, ukuran tubuh 0,5 mm.
Gejala: Permukaan daun berbintik-bintik kuning yang
kemudian akan berubah menjadi merah tua seperti karat. Di bawah
permukaan daun tampak anyaman benang yang halus. Serangan yang hebat
dapat menyebabkan daun menjadi layu dan rontok.
Pengendalian: Disemprot dengan akarisida Kelthan MF
yang mengandung bahan aktif dikofoldan, dengan dosis 0,6-1 liter/ha.
7.2. Hama pada Buah
1) Lalat buah Dacus (Dacus dorsalis Hend.)
Ciri: Ukuran tubuh 6 - 8 mm dengan bentangan sayap
5 - 7 mm. Bagian dada berwarna coklat tua bercak kuning/putih dan
bagian perut coklat muda dengan
pita coklat tua. Stadium larva berwarna putih pada saat masih muda dan kekuningan setelah dewasa, panjang tubuhnya 1 cm.
pita coklat tua. Stadium larva berwarna putih pada saat masih muda dan kekuningan setelah dewasa, panjang tubuhnya 1 cm.
Gejala: Terlihat bintik hitam/bejolan pada permukaan
buah, yang merupakan tusukan hama sekaligus tempat untuk meletakkan
telur. Bagian dalam buah berlubang dan busuk karena dimakan larva.
Pengendalian: Dengan umpan minyak citronella/umpan
protein malation akan mematikan lalat yang memakannya. Penyemprotan
insektisida dapat dilakukan antara lain dengan Hostathion 40 EC
yang berbahan aktif triazofos dosis 2 cc/liter dan tindakan yang
paling baik adalah memusnahkan semua buah yang terserang atau membalik
tanah agar larva terkena sinar matahari dan mati.
2) Codot (Cynopterus sp)
Ciri: Tubuh seperti kelelawar tetapi ukurannya lebih
kecil menyerang buah-buahan pada malam hari.
Gejala: Terdapat bagian buah yang berlubang bekas
gigitan. Buah yang terserang hanya yang telah tua, dan bagian yang
dimakan adalah daging buahnya saja.
Pengendalian: Menangkap codot menggunakan jala/menakut-nakutinya
menggunakan kincir angin yang diberi peluit sehingga dapat menimbulkan
suara.
7.3. Hama pada Cabang/Ranting
1) Kumbang bubuk cabang (Xyleborus coffeae Wurth /
Xylosandrus morigerus Bldf).
Ciri: Kumbang yang lebih menyukai tanaman kopi ini
berwarna coklat tua dan berukuran 1,5 mm. Larvanya berwarna putih
dan panjangnya 2 mm.
Gejala: Terdapat lubang yang menyerupai terowongan
pada cabang atau ranting. Terowongan itu dapat semakin besar sehingga
makanan tidak dapat tersalurakan ke daun, kemudian daun menjadi
layu dan akhirnya cabang atau ranting tersebut mati.
Pengendalian: Cabang/ranting yang terserang dipangkas
dan dibakar. Dapat juga disemprot insektisida berbahan aktif asefat
atau diazinon yang
terkandung dalam Orthene 75 SP dengan dosis pemberian 0,5-0,8 gram/liter dan Diazinon 60 EC dosis 1-2 cc/liter.
terkandung dalam Orthene 75 SP dengan dosis pemberian 0,5-0,8 gram/liter dan Diazinon 60 EC dosis 1-2 cc/liter.
7.4. Penyakit yang disebabkan Jamur
1) Antraknosa
Penyebab: Jamur Colletotrichum gloeosporioides (Penz.)
sacc. Yang mempunyai miselium berwarna cokleat hijau sampai hitam
kelabu dan sporanya berwarna
jingga.
jingga.
Gejala: Penyakit ini menyerang semua bagian tanaman,
kecuali akar. Bagian yang terinfeksi berwarna cokelat karat, kemudian
daun, bunga, buah/cabang tanaman yang terserang akan gugur.
Pengendalian: Pemangkasan ranting dan cabang yang
mati. Penelitian buah dilakukan agak awal (sudah tua tapi belum
matang). Dapat juga disemprot dengan fungisida yang berbahan aktif
maneb seperti pada Velimex 80 WP. Fungisida ini diberikan 2 minggu
sebelum pemetikan dengan dosis 2-2,5 gram/liter.
2) Bercak daun atau bercak cokelat
Penyebab: cercospora purpurea Cke./dikenal juga dengan
Pseudocercospora purpurea (Cke.) Derghton. Jamur ini berwarna gelap
dan menyukai tempat
lembab.
lembab.
Gejala: bercak cokelat muda dengan tepi cokelat tua
di permukaan daun atau buah. Bila cuaca lembab, bercak cokelat berubah
menjadi bintik-bintik
kelabu. Bila dibiarkan, lama-kelamaan akan menjadi lubang yang dapat dimasuki organisme lain.
kelabu. Bila dibiarkan, lama-kelamaan akan menjadi lubang yang dapat dimasuki organisme lain.
Pengendalian: Penyemprotan fungisida Masalgin 50 WP
yang mengandung benomyl, dengan dosis 1-2 gram/liter atau dapat
juga dengan mengoleskan bubur Bordeaux.
3) Busuk akar dan kanker batang
Penyebab: Jamur Phytophthora yang hidup saprofit di
tanah yang mengandung bahan organik, menyukai tanah basah dengan
drainase jelek.
Gejala: Bila tanaman yang terserang akarnya maka pertumbuhannya
menjadi terganggu, tunas mudanya jarang tumbuh. Akibat yang paling
fatal adalah kematian pohon. Bila batang tanaman yang terserang
maka akan tampak perubahan warna kulit pada pangkal batang.
Pengendalian: drainase perlu diperbaiki, jangan sampai
ada air yang menggenang/dengan membongkar tanaman yang terserang
kemudian diganti dengan tanaman yang baru.
4) Busuk buah
Penyebab: Botryodiplodia theobromae pat. Jamur ini
menyerang apabila ada luka pada permukaan buah.
Gejala: Bagian yang pertama kali diserang adalah
ujung tangkai buah dengan tanda adanya bercak cokelat yang tidak
teratur, yang kemudian menjalar ke bagian buah. Pada kulit buah
akan timbul tonjolan-tonjolan kecil.
Pengendalian: Oleskan bubur Bordeaux/ semprotkan
fungisida Velimex 80 WP yang berbahan aktif Zineb, dengan dosis
2-2,5 gram/liter.
8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Ciri-ciri buah yang sudah tua tetapi belum masak adalah:
- a) warna kulit tua tetapi belum menjadi cokelat/merah dan tidak mengkilap;
- b) bila buah diketuk dengan punggung kuku, menimbulkan bunyi yang nyaring;
- c) bila buah digoyang-goyang, akan terdengar goncangan biji.
Penetapan tingkat ketuaan buah tersebut memerlukan
pengalaman tersendiri. Sebaiknya perlu diamati waktu bunga mekar
sampai enam bulan kemudian, karena
buah alpukat biasanya tua setelah 6-7 bulan dari saat bunga mekar. Untuk memastikannya, perlu dipetik beberapa buah sebagai contoh. Bila buah-buah contoh
tersebut masak dengan baik, tandanya buah tersebut telah tua dan siap dipanen.
buah alpukat biasanya tua setelah 6-7 bulan dari saat bunga mekar. Untuk memastikannya, perlu dipetik beberapa buah sebagai contoh. Bila buah-buah contoh
tersebut masak dengan baik, tandanya buah tersebut telah tua dan siap dipanen.
8.2. Cara Panen
Umumnya memanen buah alpukat dilakukan secara manual,
yaitu dipetik menggunakan tangan. Apabila kondisi fisik pohon tidak
memungkinkan untuk dipanjat, maka panen dapat dibantu dengan menggunakan
alat/galah yang diberi tangguk kain/goni pada ujungnya/tangga. Saat
dipanen, buah harus dipetik/dipotong
bersama sedikit tangkai buahnya (3-5 cm) untuk mencegah memar, luka/infeksi pada bagian dekat tangkai buah.
bersama sedikit tangkai buahnya (3-5 cm) untuk mencegah memar, luka/infeksi pada bagian dekat tangkai buah.
8.3. Periode Panen
Biasanya alpukat mengalami musim berbunga pada awal
musim hujan, dan musim berbuah lebatnya biasanya pada bulan Desember,
Januari, dan Februari. Di Indonesia yang keadaan alamnya cocok untuk
pertanaman alpukat, musim panen dapat terjadi setiap bulan.
8.4. Prakiraan Produksi
Produksi buah alpukat pada pohon-pohon yang tumbuh
dan berbuah baik dapat mencapai 70-80 kg/pohon/tahun. Produksi rata-rata
yang dapat diharapkan dari setiap pohon berkisar 50 kg.
9. PASCAPANEN
9.1. Pencucian
Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan segala macam
kotoran yang menempel sehingga mempermudah penggolongan/penyortiran.
Cara pencucian tergantung pada kotoran yang menempel.
9.2. Penyortiran
Penyortiran buah dilakukan sejak masih berada di tingkat
petani, dengan tujuan memilih buah yang baik dan memenuhi syarat,
buah yang diharapkan adalah yang memiliki ciri sebagai berikut:
- Tidak cacat, kulit buah harus mulus tanpa bercak.
- Cukup tua tapi belum matang.
- Ukuran buah seragam. Biasanya dipakai standar dalam 1 kg terdiri dari 3 buah atau berbobot maksimal 400 g.
- Bentuk buah seragam. Pesanan paling banyak adalah yang berbentuk lonceng.
Buah yang banyak diminta importir untuk konsumen luar
negeri adalah buah alpukat yang dagingnya berwarna kuning mentega
tanpa serat. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, semua
syarat tadi tidak terlalu diperhitungkan.
9.3. Pemeraman dan Penyimpanan
Alpukat baru dapat dikonsumsi bila sudah masak. Untuk
mencapai tingkat kemasan ini diperlukan waktu sekitar 7 hari setelah
petik (bila buah dipetik pada saat sudah cukup ketuaannya). Bila
tenggang waktu tersebut akan dipercepat, maka buah harus diperam
terlebih dulu. Untuk keperluan ekspor, tidak perlu dilakukan pemeraman
karena tenggang waktu ini disesuaikan dengan lamanya perjalanan
untuk sampai di tempat tujuan. Cara pemeraman alpukat masih sangat
sederhana. Pada umumnya hanya dengan memasukkan buah ke dalam karung
goni, kemudian ujungnya diikat rapat. Setelah itu karung diletakkan
di tempat yang kering dan bersih. Karena alpukat mempunyai umur
simpan hanya sampai sekitar 7 hari (sejak petik sampai siap dikonsumsi),
maka bila ingin memperlambat umur simpan tersebut dapat dilakukan
dengan menyimpannya dalam ruangan bersuhu 5 derajat C. Dengan cara
tersebut, umur penyimpanan dapat diperlambat samapai 30-40 hari.
9.4. Pengemasan dan Pengangkutan
Kemasan adalah wadah/tempat yang digunakan untuk mengemas
suatu komoditas. Kemasan untuk pasar lokal berbeda dengan yang untuk
diekspor. Untuk pemasaran di dalam negeri, buah alpukat dikemas
dalam karung-karung plastik/keranjang, lalu diangkut dengan menggunakan
truk. Sedangkan kemasan untuk ekspor berbeda lagi, yaitu umumnya
menggunakan kotak karton berkapasitas 5 kg buah alpukat. Sebelum
dimasukkan ke dalam kotak karton, alpukat dibungkus kertas tissue,
kemudian diatur sususannya dengan diselingi penyekat yang terbuat
dari potongan karton.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1 Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya tanaman alpukat dengan
luas lahan 1 hektar selama 10 tahun di daerah Jawa Barat pada tahun
1999.
1) Biaya produksi
- Bibit okulasi: 121 batang @ Rp.10.000,- Rp. 1.210.000,-
- Pupuk
- Pupuk kandang 3 ton@ Rp. 150.000,-/ton Rp. 450.000,-
- Urea
- Tahun ke-1-4, 1.936 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 2.904.000,-
- Tahun ke-5-10, 9.801 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 14.701.500,-
- TSP
- Tahun ke-1-4, 1.936 kg @ Rp. 1.600,- Rp. 3.097.600,-
- Tahun ke-5-10, 9.317 kg @ Rp.1.600,- Rp. 14.907.200,-
- KCl
- Tahun ke-1-4, 1.694 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 2.795.100,-
- Tahun ke-5-10, 11.616 kg @ Rp. 1.650,- Rp. 19.166.400,-
- Pestisida dan fungisida Rp. 240.000,-
- Peralatan
- Cangkul Rp. 70.000,-
- Sprayer Rp. 250.000,-
- Tenaga kerja
- Pembajakan lahan dan pupuk dasar (borongan) Rp. 400.000,-
- Penyiraman 15 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 105.000,-
- Pemangkasan 4 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 28.000,-
- Pembuatan lubang tanam 15 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 105.000,-
- Penanaman 7 HOK @ RP. 7.000,- Rp. 49.500,-
- Penyiangan 20 HOK/tahun @ Rp. 7.000,- Rp. 1.400.000,-
- Pemupukan 10 HOK/tahun @ Rp. 7.000,- Rp. 700.000,-
- Perlindungan tanaman 4HOK/tahun @ Rp. 7.000,- Rp. 280.000,-
- Panen dan pascapanen
- Tahun ke-4, 18 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 126.000,-
- Tahun ke-5, 22 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 154.000,-
- Tahunke-6, 35 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 245.000,-
- Tahunke-7, 48 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 336.000,-
- Tahun ke-8, 48 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 336.000,-
- Tahun ke-9, 48 HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 336.000,-
- Tahun ke-10, 48HOK @ Rp. 7.000,- Rp. 336.000,-
2) Pendapatan
- Tahun ke-4, 3.300 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 11.550.000,-
- Tahun ke-5, 6.500 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 22.750.000,-
- Tahun ke-6, 9.800 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 34.300.000,-
- Tahun ke-7, 12.000 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 42.000.000,-
- Tahun ke-8, 12.200 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 42.700.000,-
- Tahun ke-9, 12.500 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 43.750.000,-
- Tahun ke-10, 12.500 kg @ Rp. 3.500,- Rp. 43.750.000,-
Jumlahpendapatan dalam 10 tahun Rp.240.800.000,-
3)Keuntungan dalam 10 tahun Rp.175.958.700,-
Tanaman alpukat yang berasal dari bibit okulasi atau
sambung akan mulai berbuah pada umur 4 tahun dengan produksi 3.300
kg/ha. Produksi ini akan terus bertambah hingga mencapai kestabilan
pada tahun ke-7 (panen keempat) dengan jumlah produksi rata-rata
12.000 kg/ha. Keuntungan baru dapat diperoleh pada panen kedua (tahun
ke-5) dan akan stabil pada panen keempat (tahun ke-7). Namun analisis
tersebut belum termasuk biaya sewa tanah.
10.2 Gambaran Peluang Agribisnis
Walaupun keuntungan bertanam alpukat di Indonesia
belum begitu bisa dirasakan karena pengelolaannya tidak intensif,
namun karena permintaannya naik maka
pertanaman alpukat dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Prospek ke depan bisnis alpukat semakin cerah sehubungan dengan semakin terbukanya peluang
pasar. Tetapi sayangnya masih banyak wilayah yang merupakan sentra produksi belum tergali, sehingga kesulitan mendapatkan buah masih tetap dirasakan oleh
para pedagang, baik di pasar lokal maupun eksportir.
pertanaman alpukat dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Prospek ke depan bisnis alpukat semakin cerah sehubungan dengan semakin terbukanya peluang
pasar. Tetapi sayangnya masih banyak wilayah yang merupakan sentra produksi belum tergali, sehingga kesulitan mendapatkan buah masih tetap dirasakan oleh
para pedagang, baik di pasar lokal maupun eksportir.
Alpukat merupakan salah satu jenis buah bergizi tinggi
yang semakin banyak diminati. Hal ini terlihat dari banyaknya permintaan
alpukat di pasaran. Sebagai contoh, seorang grosir membutuhkan alpukat
12-20 ton/minggu untuk pedagang pengecer di Bogor. Selain di pasar
lokal, pasar luar negeri pun berhasil ditembusnya. Mula-mula hanya
Singapura dan Belanda, kemudian menyusul Saudi Arabia, Perancis,
dan Brunei Darussalam. Impor Perancis pada tahun 1989 sebanyak 3.790
kg dengan nilai 379 US$, dan pada tahun 1990 meningkat menjadi 5.749
kg dengan nilai 10.876 US$. Situasi harga di tingkat petani memang
relatif bervariasi dibandingkan dengan di tingkat pengecer. Harga
setiap kilogram di tingkat petani di daerah Garut pada tahun 1991
berkisar antara Rp 200,- sampai Rp 600,-. Seangkan di tingkat pengecer
biasanya lebih stabil, dan harga bisa mencapai Rp 700,- sampai Rp
1.750,-/kg.
Adanya perbedaan harga yang cukup besar tersebut antara
lain disebabkan karena di tingkat pengecer risiko kerusakannya lebih
tinggi.
11. STANDAR PRODUKSI
11.1. Ruang Lingkup
Standar produksi ini meliputi: syarat mutu, cara pengujian
mutu, cara pengambilan contoh dan cara pengemasan.
11.2. Diskripsi
Alpukat adaalah buah tanaman apaokat (Persea Americana
MILL) dalam keadaan cukup tua, utuh, segar dan bersih.
11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu
Alpokat digolongkan dalam 3 macam ukuran berdasarkan
berat, yaitu:
- Alpokat besar : 451-550 gram/buah
- Alpokat sedang : 351-450 gram/buah
- Alpokat kecil : 250-350 gram/buah
Sedangkan syarat mutu adalah sebagai berikut:
- Kesamaan sifat varietas: mutu I seragam; mutu II seragam; cara pengujian organoleptik
- Tingkat ketuaan: mutu I tua tapi tidak terlalu matang; mutu II tua tapi tidak terlalu matang; cara pengijian organoleptik
- Bentuk: mutu I normal; mutu II kurang normal; cara pengujian organoleptik
- Kekerasan: mutu I keras; mutu II keras; cara pengujian Organoleptik
- Ukuran: mutu I seragam; mutu II kurang seragam; cara pengujian SP-SMP-309-1981
- Kerusakan (bobot/bobot): mutu I maks 5%; mutu II 10%; cara pengujian SP-SMP-310- 1981
- Busuk (bobot/bobot): mutu I maks 1%; mutu II 2%; cara pengujian SP-SMP-311-1981
- Kotoran: mutu I bebas; mutu II bebas; cara pengujian organoleptik
11.5. Pengambilan Contoh
Setiap kemasan diambil contohnya sebanyak 3 kg dari
bagian atas, tengah dan bawah. Contoh tersebut dicampur merata tanpa
menimbulkan kerusakan, kemudian
dibagi 4 dan dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali sampai contoh mencapai 3 kg untuk dianalisa.
dibagi 4 dan dua bagian diambil secara diagonal. Cara ini dilakukan beberapa kali sampai contoh mencapai 3 kg untuk dianalisa.
- Jumlah kemasan dalam partai: 1 sampai 100, minimum jumlah contoh yang diambil 5.
- Jumlah kemasan dalam partai: 101 sampai 300, minimum jumlah contoh yang diambil 7.
- Jumlah kemasan dalam partai: 301 sampai 500, minimum jumlah contoh yang diambil 9.
- Jumlah kemasan dalam partai: 501 sampai 1000, minimum jumlah contoh yang diambil 10.
- Jumlah kemasan dalam partai: lebih dari 1000, minimum jumlah contoh yang diambil 15.
Petugas pengambil contoh harus memenuhi syarat yaitu
orang yang berpengalaman/dilatih lebih dahulu dan mempunyai ikatan
dengan suatu badan hukum.
11.6. Pengemasan
Buah alpukat disajikan dalam bentuk utuh dan segar,
dikemas dalam keranjang bambu/bahan lain yang sesuai dengan/tanpa
bahan penyekat, ditutup dengan anyaman bambu/bahan lain, kemudian
diikat dengan tali bambu/bahan lain. Isi kemasan tidak melebihi
permukaan kemasan dengan berat bersih maksimum 20 kg.
Di bagian luar kemasan diberi label yang bertuliskan
antara lain: nama barang, golongan ukuran, jenis mutu, daerah asal,
nama/kode perusahaan/eksportir, berat
bersih, hasil Indonesia dan tempat/negara tujuan.
bersih, hasil Indonesia dan tempat/negara tujuan.
12. DAFTAR PUSTAKA
- Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi (1978). "Pedoman
penanaman jenis tanaman hortikultura dan rerumputan". Jakarta:
Direktorat Reboisasi dan
Rehabilitasi, Departemen pertanian. - Hodson, R.W. (1950). "The avocado a gift from the middle Americas". Economic Botany, (4) hal. 253
- Indriani, Y. Hetty; Suminarsih, Emi (1997). "Alpukat". Jakarta: Penebar Swadaya. 96 hal.
- Kalie, Moehd. Baga (1997). "Alpukat: budidaya dan pemanfaatannya". Yogyakarta: Kanisius. 112 hal.
- Lawrence, G.H.M. (1951). "Taxonomy of vasculer plants" New York: The Mac Millan Company. 512 hal.
- Mardisiswojo, S.; Mangunsudarso, H.R. (1968). "Cabe puyang warisan nenek moyang" jilid III, Jakarta: Karya Wreda. Hal. 24.
- Ochse, J.J. (1931). "Fruit an fruits culture in the Dutch East Indies". Batavia: G. Kolff and Co. 55 hal.
- Ochse, J.J. (1961). "Tropical and subtropicak agriculture". Vol. I. New York : The Mac Millan Company, 617 hal.
- Palmer, D.F. (1937). "Avocado fertilization. Cal. Avocado Ass'n. 20 th ed., Coit, J.E. (ed.), Year Book. 235 hal.
- Purseglove, J.W. (1974). "Tropical crops dicotyledons". London: Longman. 192 hal.
- Rismunandar (1981). "Memperbaiki lingkungan dengan bercocok tanam jambu mede dan alpukat". Bandung: Sinar Baru 39 hal.
- Sunaryo, H.; Rismunandar (1981). "Pengantar pengetahuan dasar hortikultura". I. Bandung: Sinar Baru. 31 hal.
- Supriyanto, Arry (1989). "Bibit alpukat sambung dini." Trubus, (Nov.) hal. 192.
- Tohir, K.A. (1978). "Tropical agriculture. The climate, soils, cultural methods, crops, live stock, commercial importance and opportunities of tropics". New York: D. Appleton and company, 112 hal.
- Wirasmanto (1971). "Penggunaan alpukat". Warta Pertanian (10) hal. 19.
- Zentmeyer, G.A. (1953). "Diseases of the avocado". Dalam: The year book of agriculture United States Departement of Agriculture, Washington, D.C., hal. 875 Jakarta, Februari 2000
No comments:
Post a Comment