1. |
SEJARAH SINGKAT |
|
Jambu mete merupakan tanamnan buah berupa pohon yang
berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut Portugis
ke India 425 tahun yang lalu, kemudian menyebar ke daerah tropis dan
subtropis lainnya seperti Bahana, Senegal, Kenya, Madagaskar, Mozambik,
Srilangka, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Indonesia. Di antara
sekian banyak negara produsen, Brasil, Kenya, dan India merupakan
negara pemasok utama jambu mete dunia.
Jambu mete tersebar di seluruh Nusantara dengan nama berbeda-beda
(di Sumatera Barat: jambu erang/jambu monye, di Lampung dijuluki gayu,
di daerah Jawa Barat dijuluki jambu mede, di Jawa Tengah dan Jawa
Timur diberi nama jambu monyet, di Bali jambu jipang atau jambu dwipa,
dan di Sulawesi Utara disebut buah yaki. |
2. |
JENIS TANAMAN |
|
Jambu mete mempunyai puluhan varietas, di antaranya
ada yang berkulit putih, merah, merah muda, kuning, hijau kekuningan
dan hijau. |
3. |
MANFAAT TANAMAN |
|
Tanaman jambu mete merupakan komoditi ekspor yang banyak
manfaatnya, mulai dari akar, batang, daun, dan buahnya. Selain itu
juga biji mete (kacang mete) dapat digoreng untuk makanan bergizi
tinggi. Buah mete semu dapat diolah menjadi beberapa bentuk olahan
seperti sari buah mete, anggur mete, manisan kering, selai mete, buah
kalengan, dan jem jambu mete.
Kulit kayu jambu mete mengandung cairan berwarna coklat. Apabila terkena
udara, cairan tersebut berubah menjadi hitam. Cairan ini dapat digunakan
untuk bahan tinta, bahan pencelup, atau bahan pewarna. Selain itu,
kulit batang pohon jambu mete juga berkhasiat sebagai obat kumur atau
obat sariawan. Batang pohon mete menghasilkan gum atau blendok untuk
bahan perekat buku. Selain daya rekatnya baik, gum juga berfungsi
sebagai anti gengat yang sering menggerogoti buku.
Akar jambu mete berkhasiat sebagai pencuci perut. Daun Jambu mete
yang masih muda dimanfaatkan sebagai lalap, terutama di daerah Jawa
Barat. Daun yang tua dapat digunakan untuk obat luka bakar. |
4. |
SENTRA PENANAMAN |
|
Tanaman jambu mete
banyak tumbuh di Jawa Tengah (Jepara, Wonogiri), Jawa Timur (Bangkalan,
Sampang, Sumenep, Pasuruan, dan Ponorogo), dan di Yogyakarta (Gunung
Kidul, Bantul, dan Sleman). Di luar Pulau Jawa, Jambu mete banyak
ditanam di Bali (Karangasem), Sulawesi Selatan (Kepulauan Pangkajene,
Sidenreng, Soppeng, Wajo, Maros, Sinjai, Bone, dan Barru), Sulawesi
Tenggara (Muna). dan NTB (Sumbawa Besar, Dompu, dan Bima).
|
5. |
SYARAT PETUMBUHAN |
|
5.1. |
Iklim
1) |
Tanaman
jambu mete sangat menyukai sinar matahari. Apabila tanaman
jambu mete kekurangan sinar matahari, maka produktivitasnya
akan menurun atau tidak akan berbuah bila dinaungi tanaman
lain.
|
2) |
Suhu harian di sentra
penghasil jambu mete minimun antara 15-25 derajat C
dan maksimun antara 25-35 derajat C. Tanaman ini akan
tumbuh baik dan produktif bila ditanam pada suhu harian
rata-rata 27 derajat C.
|
3) |
Jambu mete paling cocok
dibudidayakan di daerah-daerah dengan kelembaban nisbi
antara 70-80%. Akan tetapi tanaman jambu mete masih dapat
bertoleransi pada tingkat kelembaban 60-70%. |
4) |
Angin kurang berperan dalam
proses penyerbukan putik tanaman jambu mete. Dalam penyerbukan
bunga jambu mete, yang lebih berperan adalah serangga
karena serbuk sari jambu mete pekat dan berbau sangat
harum. |
5) |
Daerah yang paling sesuai
untuk budi daya jambu mete ialah di daerah yang mempunyai
jumlah curah hujan antara 1.000-2.000 mm/tahun dengan
4-6 bulan kering (<60 mm). |
|
5.2. |
Media Tanam
1. |
Jenis tanah paling cocok
untuk pertanaman jambu mete adalah tanah berpasir, tanah
lempung berpasir, dan tanah ringan berpasir. |
2. |
Jambu mete paling cocok ditanam
pada tanah dengan pH antara 6,3 - 7,3, tetapi masih sesuai
pada pH antara 5,5 - 6,3. |
|
5.3. |
Ketinggian Tempat
Di
Indonesia tanaman jambu mete dapat tumbuh di ketinggian
tempat 1-1.200 m dpl. Batas optimum ketinggian tempat
hanya sampai 700 m dpl, kecuali untuk tujuan rehabilitasi
tanah kritis. |
|
|
6. |
PEDOMAN BUDIDAYA
|
|
6.1. |
Pembibitan |
|
Budidaya jambu mete dapat diperbanyak secara generatif melalui
biji dan secara vegetatif dengan cara pencangkokan, okulasi,
dan penyambungan.
|
Biji yang akan ditanam harus berasal dari pohon induk pilihan.
Cara penanganan biji mete untuk benih adalah : |
a) |
Buah mete/calon bibit dipanen
pada pertengahan musim panen. |
b) |
Buah mete tersebut harus sudah matang dan tidak
cacat. |
c) |
Biji mete segera dikeluarkan dari buah semu lalu
dicuci bersih, kemudian disortir. |
d) |
Biji mete dijemur sampai kadar air 8-10%. |
e) |
Bila dikemas dalam kantong
plastik, aliran udara di ruang penyimpanan harus lancar dengan
suhu antara 25-30 derajat C dan kelembaban: 70 -80%.
|
f) |
Lama penyimpanan bibit ± 6 bulan, paling
lama 8 bulan. |
g) |
Sebelum ditanam, benih (biji
mete) harus disemai dahulu. |
|
6.2. |
Pengolahan Media
Tanam |
|
1) |
Persiapan |
|
Sebelum ditanami lahan
harus dibersihkan dahulu, pH harus 4-6, tanah tanaman
jambu mete sangat toleran terhadap lingkungan yang kering
ataupun lembab, juga terhadap tanah yang kurang subur.
Daerah dengan tanah liat pun jambu mete dapat tetap
bisa hidup dan berproduksi dengan baik. saat tanam jambu
mete adalah awal musim hujan, pengolahan tanah sudah
dimulai di musim kemarau.
|
2) |
Pembukaan Lahan Tanam |
|
Lahan yang akan ditanami
jambu mete harus terbuka atau terkena sinar matahari
dan disiapkan sebaik-baiknya.Tanah dibajak/dicangkul
sebelum musim hujan. Batang-batang pohon disingkirkan
dan dibakar, untuk tanah yang pembuangan airnya kurang
baik dibuatkan parit-parit drainase.
|
3) |
Pemupukan |
|
Pemberian pupuk kandang
dimulai sejak sebelum penanaman. Sebaiknya disaat tanaman
masih kecil, pemupukan dengan pupuk kandang itu diulangi
barang dua kali setahun. Caranya dengan menggali lubang
sekitar batang, sedikit diluar lingkaran daun. pupuk
atau kompos dimasukkan kedalam lubang galian itu. Pemupukan
berikutnya dilakukan dengan menggali lubang, diluar
lubang sebelumnya. Pemberian pupuk kandang dan kompos,
kecuali dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan fisik
tanah.
|
|
6.3. |
Teknik Penanaman
1) |
Penentuan Pola dan Jarak Tanam |
|
Pada budi daya monokultur jarak
tanam dianjurkan 12 x 12 m. Maka dalam setiap satu ha
lahan jumlah total tanaman yang dibutuhkan sebanyak 69
batang. Jarak tanam dapat dibuat dengan ukuran 6 X 6 m
sehingga jumlah total tanaman yang dibutuhkan adalah 276
batang/ha. Kerapatan tanaman kemudian dijarangkan pada
umur 6-10 tahun.
Untuk efisiensi lahan, dapat diterapkan budidaya polikultur.
Beberapa jenis tanaman bernilai ekonomis dapat dimanfaatkan
sebagai tanaman sela. Sebagai contoh adalah tanaman palawija,
rumput setaria, dan jambu mete. Bibit jambu mete yang
berasal dari pencangkokan dapat ditanam dengan jarak 5
x 5 m, bila jarak tanam jambu mete 10 x 10 m. Kedua bentuk
ini hanya dapat diterapkan di
lahan datar. Di lahan miring harus disesuaikan dengan
garis kontur. |
2) |
Pembuatan Lubang Tanam |
|
Cara membuat lubang
tanam:
a) |
Tanah digali dengan ukuran : 30 x
30 x 30 cm. Bila jenis tanahnya sangat liat, ukuran
lubang tanam dibuat: 50 x 50 x 50 cm. Bila di lubang
tanam terdapat lapisan cadas, harus ditembus, agar
akar dapat tumbuh sempurna dan terhindar dari genangan
air. |
b) |
Pada waktu penggalian lubang, lapisan tanah bagian
atas dipisahkan ke arah Utara dan Selatan serta
lapisan bawah ke arah Timur dan Barat. |
c) |
Lubang tanam dibiarkan terbuka ± 4 minggu.
Pada waktu penutupan lubang, tanah lapisan bawah
dikembalikan ke tempat semula, disusul lapisan atas
yang telah bercampur dengan pupuk kandang ±
1 pikul. |
d) |
Di lubang tanam yang telah ditimbun dibuat ajir
agar lubang tanam mudah ditemukan kembali. |
|
3) |
Cara Penanaman |
|
Penanaman dapat dilakukan
4–6 minggu setelah lubang tanam disiapkan. Untuk
mengurangi keasaman tanah, pembuatan lubang tanam sebaiknya
dilakukan pada musim kemarau.Hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut:
a) |
Bibit yang akan
ditanam dilepas dari polybag. Tanah yang melekat
pada akar dijaga jangan sampai berantakan agar
perakaran bibit tidak rusak.
|
b) |
Penanaman dilakukan sampai
sebatas leher akar atau sama dalamnya seperti
sewaktu masih dalam persemaian. Bila menggunakan
bibit dari okulasi dan sambung, diusahakan akar
tunggangnya tetap lurus. Letak akar cabang diusahakan
tersebar kesegala arah. Ujung-ujungnya yang patah/rusak
sebaiknya dipotong.
|
c) |
Tanah disekitar batang dipadatkan
dan diratakan agar tidak dapat terdapat rongga-rongga
udara diantara akar dan tidak terjadi genangan
air. Tanaman perlu diberi penyangga dari bambu
agar dapat tumbuh tegak.
|
|
|
6.4. |
Pemeliharaan Tanaman
- Penyiraman
Bibit yang baru ditanam memerlukan banyak air. Oleh
karena itu tanaman perlu disiram pada pagi dan sore
hari. Penyiraman dilakukan secukupnya dan air siraman
jangan sampai menggenangi tanaman.
- Penyulaman
Penyulaman dilakukan setalah tanaman berumur 2-3 tahun.
Apabila tanaman berumur = 3 tahun maka pertumbuhan
tanaman sulaman umumnya kurang baik atau akan terhambat.
- Penyiangan dan Penggemburan
Bibit jambu mete mulai berdaun dan bertunas setelah
2-3 bulan ditanam. Pembasmian gulma sebaiknya dilakukan
sekali dalam 45 hari. Tanah yang disiram setiap hari
tentu semakin padat dan udara di dalamnya semakin
sedikit. Akibatnya, akar tanaman tidak leluasa menyerap
unsur hara. Untuk itu tanah di sekitar tanaman perlu
digemburkan.
- Pemupukan
Tanaman jambu mete dipupuk dengan pupuk
kandang, kompos, atau pupuk buatan. Pemberian pupuk
kandang/ kompos dilakukan dengan cara menggali parit
melingkar, di luar tajuk sebanyak ± 2 blek
minyak tanah (± 20 kg). Pupuk dituangkan ke
dalam parit dan ditutup dengan tanah. Pemupukan berikutnya
dilakukan dengan pupuk buatan.
- Pemangkasan
Cara pemangkasan tanaman jambu mete dilakukan sebagai
berikut:
a) |
Tunas-tunas
samping pada bibit terus-menerus dipangkas sampai
tinggi cabang mencapai 1-1,5 m dari tanah. |
b) |
Pilih 3 - 5 cabang sehat dan baik posisinya
terhadap batang pokok . |
c) |
Pemangkasan ini dilakukan sebelum tanaman
berbunga. Pemangkasan untuk pemeliharaan dilakukan
setelah tanaman berbuah. |
- Penjarangan
Penjarangan dilakukan bertahap pada saat tajuk tanaman
saling menutupi. Apabila jarak tanaman 6 x 6 m dan
ditanam secara monokultur maka tajuk tanaman diperkirakan
sudah bersentuhan pada tahun 6 - 10 tahun. Pada saat
itu penjarangan mulai dilakukan.
|
|
|
7. |
HAMA DAN PENYAKIT |
|
7.1. |
Hama
Hama yang sering menyerang tanaman jambu mete adalah hama pengisap
daun, nyamuk daun, penggerek daun, penggulung daun, ulat kipat,
ulat hijau, dan ulat perusak bunga. Insektisida yang dianjurkan
antara lain: Tamaron, Folidol, Lamnate, Basudin dan
Dimecron dengan dosis 2cc atau 2 gram/liter air.
1. |
Ulat
kipat (Cricula trisfenestrata Helf)
Pada tanaman terlihat kepompong bergelantungan. Ulat
berwarna hitam bercakbercak putih, kepala dan ekor warna
merah nyala, seluruh tubuhnya ditumbuhirambut putih.
Telurnya berwarna putih, oval. Fase pupa berlangsung
4 minggu, fase kepompong 3-5 minggu.
Gejala: daun-daun tidak utuh
dan terdapat bekas gigitan; pada serangan yang hebat,
daun dapat habis sama sekali, tetapi tanaman
tidak mati; tanaman tidak akan menghasilkan buah, dan
baru pulih setelah 18 bulan.
Pengendalian: dengan menyemprotkan
insektisida Symbush 50 EC atau Pumicidin dengan dosis
1,0 - 1,5 ml/liter air. |
2. |
Helopeltis
sp.
Tubuh imago berwarna hitam, kecuali abdomen bagian belakang
sebelah bawah berwarna putih.
Gejala: pada tunas-tunas daun
muda, tangkai daun terdapat bercak-bercak hitam tidak
merata; daun dan ranting segera mengering dan diikuti
dengan gugurnya daun.
Pengendalian: (1) melalui teknik
bercocok tanam, misalnya dengan mengurangi tanaman inang
atau tanaman peneduh; (2) dengan
insektisida Agroline dengan dosis 0,2 % atau Thiodan
dengan dosis 0,02 %.
|
3. |
Ulat
penggerek batang (Plocaederus feeeugineus L)
Gejala: mula-mula daun berubah
warna menjadi kuning; lama-kelamaan daun akan gugur/rontok
dan tanaman dapat mati.
Pengendalian: (1) dengan menangkap ulat
penggerek tersebut; (2) dengan mengolesi sekitar permukaan
batang/akar dengan larutan BMC 1-2% (20 gram/liter air). |
4. |
Hama penggerek
buah dan biji (Nephoteryx sp.)
Gejala: buah muda yang diserang hama ini
akan berjatuhan dan kering, sedang buah tua isinya belum
penuh.
Pengendalian:belum didapatkan cara yang tepat,
sebab larva instar yang jatuh terakhir dan menjadi pupa
di tanah, maka hama dapat diberantas secara mekanis atau
kimiawi, yaitu dengan menggunakan Karbaril 0,15%. |
|
7.2. |
Penyakit
Penyakit yang sering menyerang adalah penyakit busuk batang
dan akar, penyakit bunga dan putik, dan Antracnossis. Penyakit
ini dapat dibasmi dengan Fungisida Zinc Carmamate,
Captacol dan Theophanatea.
1. |
Penyakit
Layu
Penyakit ini muncul bila tempat pembibitan
terlalu lembab dan jenuh air.
Penyebab:jamur Phytophthora
palmivora, Fusarium sp. dan Phytium sp.
Gejala:bila tiba-tiba tanaman
menjadi layu.
Pengendalian: (1) dengan memperbaiki
lingkungan pembibitan, seperti memperdalam parit pembuangan
air dan mengurangi naungan yang terlalu rapat; (2) dengan
penyemprotan Dithane M 45 secara teratur dan terencana. |
2. |
Daun
Layu dan Kering
Penyebab: bakteri Phytophthora
solanacearum.
Gejala: secara mencolok daun-daun
berubah warna dari hijau menjadi kuning lalu gugur;
beberapa cabang meranggas dan tanaman akhirnya mati;
jaringan kayu pada batang yang terserang di bawah kulit
berwarna hitam atau biru tua dan berbau busuk.
Pengendalian: tanaman yang terserang
penyakit ini harus dibongkar sampai ke akar-akarnya
supaya penyakit tidak menular ke tanaman lain; pencegahan
harus secara terpadu; bibit dan alat-alat pertanian
harus bebas dari kontaminasi bakteri dan karantina tanaman
dilakukan secara konsekuen.
|
3. |
Bunga dan Buah
Busuk
(1)Penyebab:Colletrichum
sp., Botryodiplodia sp., Pestalotiopsis sp. Gejala:kulit
buah hitam dan busuk.
(2)Penyebab:Pestalotiopsis
sp, Colletrichum sp, Pestalotiopsis sp., Botryodiplodia
sp., Fusarium sp. Gejala:permukaan
kulit buah & kulit biji, kering kecoklatan & pecah-pecah,
bunga & tangkainya busuk.
(3)Penyebab:Botryodiplodia
sp. , Fusarium sp., Pestalotiopsis sp. Gejala:kulit
biji busuk dan hitam. Pengendalian:
(1) perlu dilakukan secara terpadu; (2) untuk memberantas
jamur parasit ini beberapa fungisida yang efektif adalah
Dithane M- 45, Delsene MX 200, Difolan 4F, Cobox, dan
Cuproxy Chloride. |
|
|
8. |
P A N E N |
|
8.1. |
Ciri dan Umur Panen
Ciri-ciri buah jambu mete yang sudah tua adalah sebagai berikut:
a) |
Warna kulit buah semu menjadi kuning, oranye,
atau merah tergantung pada jenisnya. |
b) |
Ukuran buah semu lebih besar dari buah sejati. |
c) |
Tekstur daging semu lunak, rasanya asam agak manis,
berair, dan aroma buahnya mirip aroma stroberi. |
d) |
Warna kulit bijinya menjadi putih keabu-abuan dan mengilat. |
Ketepatan masa panen dan penanganan buah mete selama masa pemanenan
merupakan faktor penting. Tanaman jambu mete dapat dipanen untuk
pertama kali pada umur 3-4 tahun. Buah mete biasanya telah dapat
dipetik pada umur 60-70 hari sejak munculnya bunga. Masa panen
berlangsung selama 4 bulan, yaitu pada bulan November sampai
bulan Februari tahun berikutnya. Agar mutu gelondong/kacang
mete baik, buah yang dipetik harus telah tua. |
8.2. |
Cara Panen
Sampai saat ini ada dua cara panen yang lazim dilakukan di berbagai
sentra jambu mete di dunia, yaitu cara lelesan dan cara selektif.
a) |
Cara lelesan
Dilakukan dengan membiarkan buah jambu mete yang telah
tua tetap di pohon dan jatuh sendiri atau para petani
menggoyang-goyangkan pohon agar buah yang tua berjatuhan.
|
b) |
Cara selektif
Dilakukan secara selektif (buah langsung dipilih dan
dipetik dari pohon). Apabila buah tidak memungkinkan
dipetik secara langsung, pemanenan dapat dibantu dengan
galah dan tangga berkaki tiga.
|
|
8.3. |
Perkiraan Produksi
Banyaknya hasil panen tergantung dari umur tanam. Jambu mete
yang berumur 3-4 tahun dapat menghasilkan gelondong kering 2-3
kg/pohon. Hasil ini meningkat menjadi 15-20 kg/pohon pada umur
20-30 tahun. Tanaman jambu mete sebenarnya masih dapat berproduksi
sampai umur 50 tahun, tetapi masa paling produktifnya adalah
pada umur 25-30 tahun. |
|
9. |
PASCA PANEN |
|
9.1. |
Pengumpulan
Mutu kacang mete di pasaran cukup bervariasi. Variasi mutu kacang
mete tersebut antara lain dipengaruhi oleh varietas tanaman
jambu mete yang berbeda dan perlakuan serta pengawasan selama
proses pengolahan berlangsung. Banyaknya varietas tanaman jambu
mete yang ditanam oleh para petani indonesia menyebabkan mutu
mete yang dihasilkan sangat beragam baik mengenai ukuran gelondong,
warna, rasa, maupun rendamen kacang metenya. |
9.2. |
Pengolahan Gelondong Mete
Pengolahan gelondong mete dapat dilakukan melalui tahapan berikut
ini:
a) Pemisahan gelondong dengan buah semu
b) Pencucian
c) Sortasi dan pengelasan mutu
d) Pengeringan
e) Penyimpanan |
9.3. |
Pengolahan Kacang Mete
Urutan pengolahan kacang mete adalah:
a) Pelembaban gelondong mete
b) Penyangraian gelondong mete
c) Pengupasan kulit gelondong mete
d) Pelepasan kulit ari
e) Sortasi dan pengelasan mutu
f) Pengemasan |
|
10. |
ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN |
|
10.1. |
Analisis Usaha Budidaya
------
|
10.2. |
Gambaran Peluang
Agribisnis
Jambu mete mulai berbuah pada umur ± 5 tahun. Panen
setiap tahun, hasilnya meningkat mulai umur 8 - 10 tahun.
Setelah itu berbuah lebat hingga lebih dari 20 tahun. Dengan
menanam jambu mete, disamping menjaga kelestarian tanah dan
air, setiap hektar akan diperoleh 100 pohon x 5 kg/pohon x
Rp. 500,- = Rp. 250.000,- (tahun 1988)
|
|
11. |
STANDAR PRODUKSI |
|
11.1. |
Ruang Lingkup
Mutu kacang mete dinilai dari bentuk, ukuran biji, bobot biji
dan warna. Selain itu juga faktor rasa, bau, dan tekstur ikut
mem-pengaruhi mutu kacang mete, terutama dalam hubungannya dengan
penerimaan konsumen. Rasa kacang mete dipengaruhi oleh faktor
intrinsik alami, varietas tanaman dan faktor ekstrinsik seperti
tumbuhnya jamur pada kacang dan proses pengolahannya. |
11.2. |
Diskripsi
Biji Mete kupas (Cashew Kernels) adalah biji dari buah tanaman
jambu mete yang telah dikupas kulitnya dan telah dikeringkan.
Standar mutu kacang mete di Indonesia tercantum dalam Standar
Nasional Indonesia SNI 01-2906-1992. |
11.3. |
Klasifikasi dan Standar
Mutu
Jenis/kelas mutu kacang mete terbagi menjadi 4 kelas (I, II,
III dan IV). Adapun
standar atau syarat mutu kacang mete dilihat dari:
a) Kulit ari
b) Biji terkena CNSL
c) Serangga
c) Biji berulat
d) Biji busuk
e) Biji bercendawan/jamur
f) Benda-benda asing
g) Warna (Kelas I: ke-putih-putihan)
h) Bobot maksimum dalam gram/biji: I = 5 gram/biji; II = 5
gram/biji; III = 10 gram/biji.
h) Kadar air dalam maksimum %: I = 16%; II = 15% ; III = 15%.
i) Keutuhan biji mete ( utuh, belah, pecah, tidak termasuk
biji utuh)
|
11.4. |
Pengambilan Contoh
Contoh diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah
peti/karton dengan maksimum 30 peti/karton dari tiap partai
barang, kemudian tiap peti/karton diambil contoh kurang lebih
500 gram Contoh-contoh tersebut diaduk/dicampur sehingga merata,
kemudian dibagi empat dan dua bagian diambil secara diagonal.
Cara ini dilakukan beberapa kali sampai mencapai contoh seberat
1000 gram Contoh kemudian disegel dan diberi label. |
11.5 |
Pengemasan
Pengemasan tidak dapat meningkatkan atau memperbaiki mutu,
tetapi hanya mempertahankan atau melindungi mutu produk yang
dikemas. Oleh karena itu hanya produk yang baik yang perlu
dikemas. Produk yang rusak atau busuk yang ada dalam kemasan
akan menjadi kontaminasi dan infeksi bagi produk yang masih
sehat. Akibatnya produk tidak akan laku di pasaran.
Kacang mete yang diekspor biasanya dalam bentuk mentah dengan
kadar air antara 4-6%, yang dikemas dalam kaleng hampa udara
dan diisi dengan karbondioksida. Kaleng kemasan yang digunakan
sama dengan kaleng minyak tanah atau minyak goreng, tetapi
sebaiknya yang masih baru, bersih, kering, kedap udara dan
tidak bocor, serta harus bebas dari infeksi serangga dan jamur
serta tidak karatan.
Bagian luar peti/karton pembungkus ditulis dengan cat yang
tidak mudah luntur dan jelas terbaca antara lain:
a) Produksi Indonesia.
b) Nama barang.
c) Nama perusahaan/eksportir.
d) Jenis mutu.
e) Nomor kemasan.
f) Berat kotor.
g) Berat bersih.
h) Negara/tempat tujuan.
|
|
12. |
DAFTAR PUSTAKA |
|
1. |
Liptan (1988). Jambu Mete Sebagai
tanaman penghijauan. Balai Informasi Pertanian Banjarbaru.
|
2. |
Liptan. (1990). Budidaya Jambu Mete. Lembar Informasi
Pertanian. Proyek Informasi Pertanian Kalimantan Tengah. 2 hal. |
3. |
Saragih, Yan Pieter; Haryadi, Yadi. (1994). METE.
Budidaya Jambu Mete. Pengupasan Gelondong. Bogor, Penebar Swadaya.
86 halaman |
|
No comments:
Post a Comment